Pada Februari 2016, pondok pesantren Ustaz Fauzan bubar.
Para pengikutnya kemudian berpencar. Bahkan, ada yang ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atas dugaan terlibat aksi teror di sejumlah tempat di Indonesia.
"Mungkin saat ini tinggal sekitar lima atau enam orang pengikutnya yang masih berada di luar menyebar tidak jelas," ujar Harits.
Jamaah Daulah Islamiyah
Versi kepolisian, Sultan berafiliasi pada kelompok bernama Jamaah Daulah Islamiyah di Ciamis. Kelompok itu baru terbentuk pada 2015.
Pendiri kelompok itu merupakan pengikut terpidana terorisme, Aman Abdurrahman.
Saat bergabung dengan kelompok itu, Sultan sering menempelkan stiker bertuliskan kalimat tauhid.
(Baca: Pimpinan Komisi I: Teroris Semakin Sulit Ditangani Intelijen)
Kedua kakaknya pun sering mengingatkan Sultan. Ia mulai menolak fakta bahwa dua kakaknya adalah polisi.
"Abang kandungnya sampai minta tolong kepada kawannya sesama polisi untuk memberikan nasehat kepada SA ini. Tapi SA tetap tidak berubah dan semakin resisten pada sosok polisi," ujar Harits.
Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari fenomena 'lone-wolf' di Cikokol ini.
Pertama, masyarakat harus menghindari generalisasi atau tidak mudah mengaitkan sebuah aksi teror dengan jaringan kelompok ekstremisme.
Kedua, masyarakat dan aparat penegak hukum menghadapi pola teror yang berbeda dari sebelumnya. Hal ini membutuhkan pola pendekatan keamanan yang berbeda pula.
Pelaku tunggal
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, penyidik menduga aksi Sultan dilakukan tanpa koordinasi dengan kelompok radikal.