Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penegakan HAM pada Era Jokowi-JK Nol Besar

Kompas.com - 20/10/2016, 13:37 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) membuat catatan atas dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada sektor penegakan hak asasi manusia.

Dalam catatannya, Kontras menilai, nyaris tidak ada hal yang signifikan dari hasil kerja pemerintah di sektor penegakan HAM.

Bahkan, ancaman pelanggaran HAM cenderung meningkat.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, selama ini Presiden Joko Widodo mengklaim keberhasilannya di sektor pembangunan dan infrastruktur, tetapi lemah dalam dinamika keamanan dan penegakan HAM.

"Kami membuat catatan untuk menilai dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bisa dibilang hasil kerja pemerintah soal HAM itu nol besar," ujar Haris saat memberikan keterangan, di kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2016).

Pada kesempatan yang sama, Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri menilai, Presiden Jokowi mengambil langkah kontroversial pada tahun pertama kepemimpinannya.

Saat itu, kata Puri, Presiden Jokowi mengangkat isu rekonsiliasi dan jalur non-yudisial untuk penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Figur politik seperti Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjabat Menko Polhukam, membangun dominasi argumentasi bahwa rekonsiliasi adalah jawaban dari semua masalah pelanggaran HAM.

Menurut Puri, kebijakan Presiden tersebut memberi dampak negatif kepada masyarakat.

Pemerintah dinilai berupaya untuk mendidik masyarakat untuk menyelesaikan persoalan di luar mekanisme hukum.

"Pemerintah belakangan ini berupaya mendidik masyarakat untuk menyelesaikan persoalan di luar jalur hukum. Kasus besar seperti 1965 akan diselesaikan dengan cara musyawarah bukan dengan rule of law," ujar Puri.

Di sisi lain, kata Puri, lembaga-lembaga negara yang khusus bertugas menjadi penegak HAM dikerdilkan melalui kompromi-kompromi hukum.

Komnas HAM dinilai mendukung agenda tersebut.

Hal ini dinilainya bertentangan dengan mandat Komnas HAM yang menjadi tim penyelidik untuk dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM berat guna dibawa pada proses akuntabilitas yang lebih maju, yakni Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Sementara itu, Kejaksaan Agung juga menjadi pihak yang turut serta memelopori isu rekonsiliasi nir-akuntabilitas.

Beberapa kali Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan bahwa sulit untuk menemukan bukti dan saksi agar kasus pelanggaran berat HAM bisa diproses melalui pengadilan HAM ad hoc.

Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM masa lalu yang berhenti proses penyelidikan dan penyidikannya, antara lain Peristiwa Trisakti, serta Semanggi I dan Semanggi II.

"Kejaksaan Agung juga terus membangun argumentasi bahwa tidak ada bukti-bukti dan saksi-saksi yang menguatkan agar kasus-kasus pelanggaran berat HAM diproses melalui mekanisme UU Pengadilan HAM," papar dia.

Kompas TV 2 Tahun Memimpin, Kenerja Jokowi-JK Jadi Sorotan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com