Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di MK, Majelis Sidang Minta Ketua Marahi Para Pemohon Uji Materi UU "Tax Amnesty"

Kompas.com - 20/10/2016, 13:09 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis sidang uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak meminta ketua persidangan, yakni Arief Hidayat, menegur para pemohon uji materi.

Sebab, para ahli yang sedianya memberikan keterangan justru tidak bisa dihadirkan pemohon.

"Baik. Begini saja, ini tadi rapat memutuskan begini, karena kami sudah tahu (ahli) tidak bisa hadir, maka katanya Ketua harus sedikit marah, begitu, kepada Pemohon," ungkap Arief dihadapan para pemohon uji materi dalam sidang yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2016).

Uji materi terkait UU Tax Amnesty diajukan oleh empat pemohon berbeda, yakni oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Samsul Hidayat, dan Abdul Kodir Jailani yang teregistrasi dengan nomor perkara 57/PUU-XlV/2016.

Kemudian, Leni Indrawati dan kawan-kawan yang permohonannya teregistrasi dengan nomor perkara 59/PUU-XIV/2016; dan Yayasan Satu Keadilan yang permohonannya teregistrasi nomor perkara 58/PUU-XIV/2016.

(baca: Cerita Jokowi "Todong" Pengusaha untuk Ikut "Tax Amnesty")

Pemohon lainnya, Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera lndonesia (DPP SBSl), Konfederasi Serikat Pekerja lndonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh lndonesia (KSPSl) teregistrasi dengan nomor perkara 63/PUU-XlV/2016.

Arief menjelaskan, selain karena ketidakhadiran ahli, majelis sidang juga kesal lantaran pemohon meminta sidang dimajukan menjadi pukul 9.30 WIB dari jadwal 11.00 WIB.

Hal itu dikabulkan sesuai permintaan salah satu kuasa hukum pemohon, yakni Eggi Sudjana.

Dalam persidangan sebelumnya, Eggi meminta sidang dimajukan agar tidak mengganggu waktu ibadah shalat Zuhur.

(baca: "Tax Amnesty" Ungkap Simpanan Uang Tunai di Rumah Mencapai Rp 150 Triliun)

"Karena ini agendanya satu. Kemarin itu sidang semestinya jam 11.00 WIB, minta diajukan supaya kami enggak menganggu shalat Zuhur, sudah kami ajukan 09.30 WIB supaya kita bisa dengan baik mendengarkan keterangan ahli, kita bisa berdiskusi agak panjang, tapi ternyata sampai sekarang tidak bisa dihadirkan. Maka pesannya tadi, 'Pak Ketua, sedikit marahin tuh Pemohon'," kata Arief.

Meski demikian, Arief tidak memarahi para pemohon. Sebab, kata Arief, para hakim MK sedang menjalankan ibadah puasa sunnah.

"Jadi kebetulan hari ini Kamis, jadi pada puasa, ya enggak bisa marah, gitu ya. Hakim katanya harus bijaksana, apalagi ketuanya yang namanya Arief Hidayat. Maka saya tidak marah," tutur Arief.

Arief kemudian menyampaikan, keterangan ahli pemohon bisa disampaikan melalui keterangan tertulis.

(baca: Pemerintah Yakin "Tax Amnesty" Tahap Kedua Lebih Sukses)

"Jadi sudah kami akomodasikan. Tapi itu tadi, saya enggak jadi marah karena hari Kamis, begitu. Tapi saya maafkan karena kayaknya kok kita itu sudah janji-janji sendiri ini, ya. Padahal kan tidak boleh dusta di antara kita, ya," kata dia.

"Baik, kalau begitu ini sidang sudah selesai. Kesalahan ada pada Pemohon, bukan pada kita, ya. Untuk itu, kami, Mahkamah memaafkan Pemohon, ya. Dan permohonan maaf supaya disampaikan Pak Eggi nanti, ya. Pak Eggi yang minta maju itu soalnya, ya," tambah Arief.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (31/10/2016), dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah selaku pembuat kebijakan.

Kompas TV "Tax Amnesty" Rangkul Pedagang Tanah Abang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com