Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketiadaan Dokumen TPF Munir Dinilai Bertentangan dengan Fungsi Kemensetneg

Kompas.com - 14/10/2016, 17:04 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang menyebutkan tidak memiliki dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib dinilai bertentangan dengan fungsinya yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2005 tentang Kemensetneg.

Pasal tersebut berbunyi, "Kementerian Sekretariat Negara mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara".

Pengacara publik LBH Jakarta, Uchok Shigit mengatakan, sesuai aturan tersebut seharusnya Setneg menyimpan laporan TPF Munir.

Kemensetneg, kata Uchok, memiliki tugas mendukung administrasi di bidang kesekretariatan negara, sehingga wajib menyimpan laporan yang sudah diserahkan kepada presiden.

"Pada prinsipnya 24 Juli 2005, dokumen tersebut telah diberikan kepada Pak SBY oleh tim TPF Munir. Jika sesuai fungsinya yang diatur UU, Setneg harusnya memiliki dokumen tersebut," kata Uchok dalam konferensi pers di Sekretariat Kontras, Jakarta, Jumat (14/9/2016).

(Baca: Jokowi: Kalau Ada Bukti Baru Kasus Munir, Ya Diproses Hukum)

Uchok menduga, Kemensetneg tidak serius menjawab tantangan penuntasan kasus Munir dengan menyembunyikan keterangan status keberadaan dokumen TPF Munir tersebut.

Kemensetneg seolah melepaskan tanggung jawab dengan menyatakan bahwa tidak memiliki laporan tersebut.

"Atas pernyataan tersebut, kami tidak melihat adanya upaya dan itikad baik dari Setneg untuk bertanggung jawab mencari keberadaan dokumen TPF kasus meninggalnya Munir," kata Uchok.

Menurut Uchok, Mensesneg Pratikno harus memerintahkan jajarannya untuk mencari dokumen tersebut.

Pasalnya, dokumen tersebut merupakan dokumen penting kenegaraan yang seharusnya diarsipkan dengan baik oleh Kemensetneg.

"Mensesneg Pratikno juga harus mengumumkan secara resmi kepada publik mengapa dokumen tersebut tidak ditemukan di dalam dokumentasi dan arsip Kesekretariatan Negara," tambah Uchok.

Adapun jika ketiadaan dokumen tersebut karena hilang, Uchok menyebutkan bahwa Kemensetneg dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Pasal 53 UU No. 14/2008 tentang KIP.

(Baca: Mantan TPF: Jika SBY Berbesar Hati, Bantu Jokowi Jelaskan soal Dokumen Munir)

"Apabila Kemensetneg tidak menemukan dokumen tersebut artinya ada pelanggaran pidana di sana yang diatur oleh Pasal 53 UU KIP. Nah, dia harus bertanggung jawab di situ," tutur Uchok.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Sekretariat Negara tidak menyimpan dokumen laporan Tim Pencari Fakta (TPF) soal pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

Hal itu ditegaskan oleh Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Alexander Lay.

"Kemensetneg tidak pernah menerima laporan TPF Munir pada 2005," ujar Alex, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Buktinya, kata dia, Kemensetneg telah menyerahkan daftar surat-menyurat sepanjang tahun 2005 kepada majelis hakim pada sidang sengketa informasi yang digelar Komisi Informasi Publik (KIP), beberapa hari lalu.

Tidak ada dokumen TPF Munir di antara daftar surat-menyurat itu.

Kompas TV Kemana Hilangnya Dokumen TPF Munir?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com