Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aliansi 99: Perppu Kebiri Seharusnya Tidak Disahkan

Kompas.com - 13/10/2016, 22:30 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Aliasi 99 Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak seharusnya tidak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

DPR mengesahkan Perppu 1/2016 yang dikenal sebagai Perppu Kebiri pada rapat paripurna, Rabu (12/10/2016).

"Perppu Kebiri hanya mengatur penghukuman bagi pelaku kekerasan seksual. Sedangkan pengaturan perihal korban tidak menjadi prioritas bagi pemerintah," kata Supriyadi, melalui keterangan tertulis, Kamis (13/10/2016).

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) itu, mengatakan, terdapat tambahan hukuman bagi pelaku kejahatan.

Pasal 81 ayat (1) Perppu 1/2016 mengatakan setiap orang yang melanggar pasal 76D dikenakan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

(Baca: Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan Barunya)

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D UU 23/2004 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Sedangkan hukuman pidana pada UU 23/2004 sebelumnya adalah paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun.

Adapun nominal denda sebelumnya berkisar Rp 60 juta hingga Rp 300 juta.

Pada ayat (3) pasal 81, pelaku pidana yang dilakukan oleh orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (5) pasal 81, bila menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Pada ayat (6), selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Ayat (7) menyebutkan pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

"Di satu sisi penjatuhan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual, justru akan mengalihkan tujuan rehabilitasi terhadap pelaku tidak tercapai termasuk rehabilitasi korban," ujar Supriyadi.

Ia mengatakan, ahli kesehatan telah menyampaikan penerapan hukuman kebiri akan memberikan dampak negatif bagi tubuh. 

"DPR seharusnya mendorong pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberikan hak korban untuk mendapatkan kompensasi yang komprehensif dari negara," ujar Supriyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com