JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.
Perppu yang lebih dikenal dengan sebutan Perppu Kebiri ini disahkan pada rapat paripurna pada Rabu (12/10/2016).
Aliansi 99 tolak Perppu Kebiri menilai aturan tersebut itu tidak memberikan perlindungan yang komprehensif bagi anak-anak Indonesia.
"Tidak ada satu pun pasal-pasal yang mengatur mengenai anak-anak yang menjadi korban," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono melalui keterangan tertulis, Kamis (13/10/2016).
Supriyadi menuturkan pemerintah seharusnya dapat menjalankan tugasnya dalam rangka memberikan perlindungan dan pemulihan bagi anak korban kekerasan seksual.
Pasalnya, pemerintah telah menetapkan kasus kekerasan seksual sebagai kejahatan luar biasa.
Menurut Supriyadi, pemerintah dan DPR terlalu terburu-buru dalam mengesahkan Perppu Kebiri tanpa mempertimbangkan masukan dari masyarakat.
Hingga saat ini, kata dia, masih terdapat pro kontra terhadap Perppu Kebiri. Supriyadi menyebutkan, salah satu alasan masyarakat menolak di antaranya adalah sikap pemerintah yang terlalu fokus pada penjeraan pelaku kekerasan seksual.
"Pemerintah lupa memprioritaskan korban untuk memberikan keadilan, perlindungan baik secara fisik maupun psikis bagi anak-anak atas apa yang dialami," ucap Supriyadi.
Meski sudah disahkan, perppu ini disertai catatan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyertakan tiga catatan. Sementara Fraksi Partai Gerindra menolak pengesahan.
(Baca: Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan Barunya)
Perppu ini mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yakni pasal 81 dan 82, serta menambah satu pasal 81A.