JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan, pemerintah menunjukkan sikap yang berbeda terhadap dua program yang dijalankannya, yaitu tax amnesty dan e-KTP.
Kedua program ini memiliki tenggat waktu yang sama, yakni 30 September.
"Sampai hari ini, Ombudsman merasa e-KTP anak tiri dan tax amnesty anak emas," kata Alamsyah, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (10/10/2016).
Menurut Alamsyah, dukungan politik lebih besar terhadap pencapaian target tax amnesty dibanding e-KTP.
Padahal, menurut dia, pelaksanaan e-KTP jauh lebih berat dibanding tax amnesty.
Dalam pelaksanaannya, lanjut dia, e-KTP melibatkan pemerintah daerah yang sistemnya tidak komando secara vertikal. Dinas Dukcapil yang ada di daerah merupakan bagian dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Oleh karena itu, implementasi program e-KTP di setiap daerah bisa berbeda-beda.
Hal ini juga dipengaruhi kebijakan kepala daerah di wilayah masing-masing.
"Beda dengan kantor pajak yang vertikal, satu komando," ujar Alamsyah.
Selain itu, Alamsyah menilai, tax amnesty hanya menyasar pada masyarakat kalangan atas. Sedangkan e-KTP menyasar seluruh lapisan masyarakat.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, terdapat peningkatan signifikan dalam perekaman data KTP elektronik.
Per tanggal 30 September lalu, kata dia, terdata sebanyak 5 juta penduduk melakukan perekaman data KTP elektronik.
Sementara itu, pencapaian tax amnesty periode satu tembus Rp 3.500 triliun.