Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ini Ngotot Materi yang Dikabulkan PTUN Tak Bisa Dikaji Lagi oleh Lembaga Lain

Kompas.com - 06/10/2016, 15:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Maqdir Ismail menghadirkan Guru Besar Hukum Adminisitrasi Negara Universitas Padjajaran, I Gede Panca Astawa sebagai ahli dalam sidang praperadilan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2016).

Nur Alam mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penetapannya sebagai tersangka.

Awalnya, Maqdir mempertanyakan materi apa yang bisa diuji keabsahannya dalam gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Menurut Panca, yang diuji adalah keabsahan surat keputusan penyelenggara negara dan proses hingga keputusan kepala negara itu diterbitkan.

"Karena keputusan pernyataan secara sepihak, maka tidak boleh ada paksaan, suap, atau kesesatan. Isi dan tujuan putusan tidak boleh menyimpang dari peraturan dasarnya. Ini syarat materil," ujar Panca.

Keputusan penyelenggara negara, dalam hal ini kepala daerah, dinyatakan tidak sah kalau yang menerbitkan tidak berwenang dan ada perbuatan melawan hukum di balik keluarnya putusan itu.

Namun, jika keluarnya keputusan itu tidak melanggar undang-undang yang ada, maka hakim PTUN memutuskan bahwa keputusan kepala daerah itu sah. 

Apalagi, jika putusan PTUN itu diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung sehingga berkekuatan hukum tetap.

"Putusan itu mutlak karena diverifikasi ke saksi fakta dan ahli. Tidak bisa digugat lagi," kata Panca.

Penyalahgunaan wewenang

Kemudian, giliran Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengajukan pertanyaan kepada Panca.

Salah satu perwakilan Biro Hukum KPK, Yadyn, menanyakan apakah penyalahgunaan wewenang bisa disebut perbuatan melawan hukum.

Panca menjawab, penyalahgunaan wewenang tidak bisa dibawa ke ranah pidana, tapi melalui PTUN.

Kecuali, kata dia, kepala daerah itu melakukan maladministrasi dalam penerbitan suatu kebijakan.

"Kan sudah diuji di PTUN. Kalau tidak terbukti, maka tidak perlu lagi dibuktikan perbuatan melawan hukumnya," kata Panca.

Selanjutnya, Yadyn menanyakan, jika ada materi lain yang tak diuji lewat PTUN, apakah bisa diuji lewat lembaga lain.

Awalnya, Panca menjelaskan dengan suara rendah bahwa keputusan PTUN sudah mencakup keseluruhan aspek dalam penerbitan suatu keputusan kepala daerah.

Jika kemudian ada penyuapan atau pemaksaan dari pihak lain untuk penerbitan izin, hakim PTUN tidak akan menganggap kepala daerah itu berwenang mengeluarkan keputusan.

"Jika bukan konteksnya administrasi prosedur, tapi apa yang terjadi dari putusannya itu. Apakah PTUN bisa menilai kejadian peristiwa akibat putusan itu?" tanya Yadyn.

"Sepanjang ada maladministrasi, sampai terbitnya keputusan, maka keputusan jadi tidak sah," kata Panca.

Namun, Yadyn tidak puas terhadap jawaban tersebut. Ia terus mempertanyakan apakah dampak dari terbitnya putusan kepala daerah itu juga diuji dalam PTUN.

Jika tidak, ia juga mempertanyakan apakah ada lembaga lain yang bisa mengujinya secara pidana.

Panca yang awalnya duduk menghadap lurus ke depan, mulai mengarahkan pandangannya kepada Yadyn yang berada di sisi kanannya.

Nada suaranya mulai meninggi.

"Saya sudah bilang dari tadi. Masa saya ulang-ulang lagi? Tidak bisa (diuji lembaga lain). Kalau diputus di PTUN, ya tidak bisa lagi. Selesai," kata Panca.

"Ini kan pendapat saya sebagai ahli. Soal PTUN urusan yang berbeda. Jangan ditarik-tarik ke soal pidana, ini pendapat saya. Jangan wilayah PTUN dicampurkan dengan pidana," lanjut dia.

Tim pengacara Nur Alam sebelumnya mempermasalahkan objek penetapan tersangka terhadap kliennya.

KPK menganggap Nur Alam menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah dalam menerbitkan izin usaha pertambangan untuk PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Utara.

Persetujuan Nur Alam itu sebelumnya sudah pernah digugat lewat PTUN, namun hakim memutuskan bahwa Nur Alam tak menyalahi wewenangnya dalam penerbitan IUP tersebut.

Keputusan PTUN itu diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.

Namun, KPK meyakini ada tindak pidana di balik penerbitan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan IUP Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

Diduga, Nur Alam menerima kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P: Rakyat Jadi Obyek Elektoral, Sementara Tambang Dibagi-bagi

PDI-P: Rakyat Jadi Obyek Elektoral, Sementara Tambang Dibagi-bagi

Nasional
Konsisten Lakukan Upaya Dekarbonisasi, Antam Tetap Jadi Bagian Indeks ESG di IDX

Konsisten Lakukan Upaya Dekarbonisasi, Antam Tetap Jadi Bagian Indeks ESG di IDX

Nasional
Istana Bilang Belum Tahu soal Demo Buruh Tolak Tapera

Istana Bilang Belum Tahu soal Demo Buruh Tolak Tapera

Nasional
Selain Demo Menolak Tapera di Istana Negara, Buruh Juga Tolak 4 Hal Ini

Selain Demo Menolak Tapera di Istana Negara, Buruh Juga Tolak 4 Hal Ini

Nasional
Pakar Sebut Putusan MA seperti 'Remake Film' Putusan MK yang Buka Jalan bagi Anak Jokowi

Pakar Sebut Putusan MA seperti "Remake Film" Putusan MK yang Buka Jalan bagi Anak Jokowi

Nasional
Rampungkan 'Groundbreaking' Tahap VI, Otorita IKN Klaim Investasi Terus Berlanjut

Rampungkan "Groundbreaking" Tahap VI, Otorita IKN Klaim Investasi Terus Berlanjut

Nasional
Upaya Bela Diri Anak Eks Mentan SYL Saat Bersaksi di Sidang Ayahnya

Upaya Bela Diri Anak Eks Mentan SYL Saat Bersaksi di Sidang Ayahnya

Nasional
DKPP Gelar Sidang Lanjutan Dugaan Asusila Ketua KPU

DKPP Gelar Sidang Lanjutan Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Putar Balik Amien Rais: Dari Usulkan Pilpres Langsung, Kini Dukung Dikembalikan ke MPR

Putar Balik Amien Rais: Dari Usulkan Pilpres Langsung, Kini Dukung Dikembalikan ke MPR

Nasional
MK Bacakan Putusan Sengketa Pileg 2024 mulai Kamis Hari Ini

MK Bacakan Putusan Sengketa Pileg 2024 mulai Kamis Hari Ini

Nasional
Usai Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi Tak Khawatir, Luhut Ungkap Kekesalan

Usai Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi Tak Khawatir, Luhut Ungkap Kekesalan

Nasional
UU KIA, Kantor Wajib Sesuaikan Jam Kerja sampai Capaian Kinerja Ibu Melahirkan

UU KIA, Kantor Wajib Sesuaikan Jam Kerja sampai Capaian Kinerja Ibu Melahirkan

Nasional
UU KIA, Tempat Kerja Wajib Sediakan Ruang Laktasi sampai Penitipan Anak

UU KIA, Tempat Kerja Wajib Sediakan Ruang Laktasi sampai Penitipan Anak

Nasional
Dewas Keluhkan Pimpinan KPK Kerap Komentari Perkara Etik, Sebut Tak Elok

Dewas Keluhkan Pimpinan KPK Kerap Komentari Perkara Etik, Sebut Tak Elok

Nasional
Harap Prabowo Perbaiki Hukum, Mahfud: Kalau Tidak, Berlaku Hukum Rimba

Harap Prabowo Perbaiki Hukum, Mahfud: Kalau Tidak, Berlaku Hukum Rimba

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com