JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Setiadi mengatakan, pihaknya telah mengantongi bukti yang bisa mementahkan gugatan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam lewat jalur praperadilan.
Salah satunya soal kebenaran di balik absennya Nur Alam setiap kali dipanggil untuk dimintai keterangan sewaktu kasusnya masih di tingkat penyelidikan.
"Nanti kami akan buktikan pada saat pemanggilan itu, yang bersangkutan ada di mana, sedang apa. Kami ada semua," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).
Penyelidik KPK telah empat kali melayangkan surat undangan permintaan keterangan kepada Nur Alam.
Namun, Nur Alam selalu membalas surat yang berisi bahwa dirinya tak bisa memenuhi panggilan dengan alasan menjalani tugas penting selaku kepala daerah.
(Baca: KPK Siapkan Bantahan untuk Gugatan Nur Alam)
"Setiap pemanggilan, alasannya tak hadirnya disampaikan secara runut. Tapi saat kami lakukan pengecekan, ya nanti lah kami sampaikan," kata Setiadi.
Setiadi mengatakan, KPK tidak berhak melakukan pemanggilan paksa karena saat itu masih penyelidikan dan statusnya bukan saksi.
Setiadi pun tak mempermasalahkan jika Nur Alam tak pernah datang. "Kalau tidak hadir ya silakan saja," kata dia.
Sebelumnya, pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail menyatakan penetapan tersangka kliennya tidak sah karena belum dimintai keterangan.
Memang ada surat panggilan yang dilayangkan untuk Nur Alam sebanyak empat kali, namun dia tak bisa memenuhi empat panggilan itu.
Alasannya, Nur Alam harus menghadiri acara penting yang berkaitan dengan tugas kedinasannya.
"Sudah harus dilakukan pemeriksaan calon tersangka yang berfungsi sebagai cek ricek dan konfirmasi perbuatan pidana agar tidak ada tersangkaan yang tidak wajar," kata Maqdir.
Keterangan Nur Alam tersebut sedianya menjadi salah satu alat bukti permulaan untuk melanjutkan atau tidak melanjutnya penyelidikan.
Dengan mengabaikan keterangan Nur Alam, kata Maqdir, penyelidik tak memenuhi minimal dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka.
"Maka penetapan tersangka cacat hukum, harus dibatalkan atau tidak sah," kata dia.
(Baca: Tak Pernah Penuhi Panggilan KPK, Nur Alam Mengaku Diancam Penyelidik)
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra selama 2009 hingga 2014.
Penyalahgunaan wewenang dilakukan dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.