Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani, Nelayan dan Masyarakat Adat Rentan Alami Kriminalisasi dalam Konflik Agraria

Kompas.com - 25/09/2016, 00:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

Kristian Erdianto Wakil Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika saat memberikan keterangan pers di kantor sekretariat nasional KPA, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (24/9/2016).
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, sejak 2004 hingga 2015 tercatat 1.772 konflik agraria dengan luasan wilayak konflik mencapai 6.942.381 hektar

Sementara korban yang terdata sebanyak 1.085.817 keluarga.

Eskalasi konflik agraria di berbagai sektor dan daerah tersebut berujung pada tindakan represif dan kriminalisasi.

"Konflik agraria selama 11 tahun terakhir yang tertinggi ada di Riau, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara," ujar Dewi saat menggelar konferensi pers peringatan Hari Tani Nasional 2016 di kantor sekretariat nasional KPA, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (24/9/2016).

Menurut Dewi, tindakan represif itu umumnya dilakukan kepolisian, tentara dan satpol PP.

Akibatnya, berdasarkan data KPA 2015, sebanyak 1.673 ditangkap dan 757 orang mengalami penganiayaan. Sementara itu korban meninggal dunia mencapai 90 orang dan 149 orang ditembak.

"Korban umumnya adalah petani, nelayan dan masyarakat adat," kata Dewi.

Dewi menjelaskan, mayoritas konflik terjadi di kawasan perkebunan, misalnya konflik masyarkat dengan pihak Perhutani di kawasan hutan Jawa dan konflik dengan PTPN.

Selain perusahaan perkebunan milik negara, konflik juga sering terjadi dengan perusahaan perkebunan sawit dan karet milik swasta.

Konflik agraria antara masyarakat dan pemerintah juga sering terjadi dalam upaya pembangunan infrastruktur. Dewi mencontohkan pembangunan bandara internasional di Jawa Barat.

Sebanyak 10 desa sudah diratakan, sementara masih ada 1 desa yang masyarakatnya menolak digusur karena persoalan ganti rugi.

Kedua di persoalan pembangunan infrastruktur. Contoh kasusnya sepertinya pembangunan bamdara internasional di Jawa Barat. 10 desa sudah dirataka tinggal 1 desa yang masih bertahan karena persoalan ganti rugi.

"Penetapan harga tanah oleh Pemprov seringkali berbeda dalam proses ganti rugi di masyarakat. Lebih murah," ungkapnya.

Dewi berpendapat, konflik agraria dalam ranah pembangunan infrastruktur seharusnya bisa dihindari apabila proses pengambilalihan tanah masyarakat untuk kepentingan umum ditaati.

Dalam Undang-undang No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pemerintah diharuskan mensosialisasikan kepada masyarakat yang tanahnya akan diambil alih.

Masyarakat pun diberikan waktu untuk mempertimbangkan bahkan hak untuk menolak tanahnya diambil jika ganti rugi tidak sesuai.

Selain itu pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memberikan solusi atas permasalahan lain yang timbul pasca-penggusuran, seperti pendidikan dan akar kebudayaan masyarakat yang tercerabut dari daerah asalnya.

"Dalam penggusuran juga harus dipikirkan faktor lain seperti pendidikan, akar kebudayaan di sana, tapi kan pemerintah memikirkan hanya fisiknya saja. Kalau sudah ganti rugi ya sudah. Selesai," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com