JAKARTA, KOMPAS.com - DKI Jakarta siap mencari pimpinan barunya di awal 2017 mendatang. Siapa sangka, pemilihan kepala daerah di sana rupanya diperlakukan bak pemilihan kepala negara.
Tokoh-tokoh politik besar turun langsung menangani Pilkada DKI 2017 pada detik-detik terakhir pendaftaran pasangan calon, Jumat (23/9/2016). Sebut saja Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
Baru mengumumkan pilihan partainya pada Selasa (20/0/2016), putri proklamator Bung Karno mengantarkan langsung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Begitu pula Ketua Umum Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pada detik-detik terakhir mengumpulkan sejumlah petinggi partai politik untuk membahas siapa pasangan calon yang akan menjadi rival petahana pada Pilkada DKI di kediamannya di Puri Cikeas.
(Baca: Koalisi Cikeas Usung Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni)
Di kubu lain, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih belum menentukan pilihan calon wakil gubernur pendamping Sandiaga Uno hingga Jumat pagi.
Kubu Prabowo, yaitu Gerindra dan PKS pada awalnya sempat diwacanakan akan berkoalisi dengan empat partai yang dimotori SBY. Bahkan, jauh hari sebelumnya, tujuh pimpinan partai di tingkat DKI, termasuk PDI-P, sepakat membentuk Koalisi Kekeluargaan untuk menantang Ahok. Namun belakangan, koalisi tersebut pun retak dan kini memunculkan kubu-kubu baru.
(Baca: Tak Ikut Poros Cikeas, Gerindra-PKS Sepakat Usung Cagub dan Cawagub DKI)
Hingga Kamis (22/9/2016) malam, koaliai empat partai masih membuka komunikasi dengan Gerindra dan PKS. Keempat partai itu telah sepakat dan ingin menawarkan pasangan calon mereka ke Gerindra dan PKS. Namun, lobi antar dua kubu tak juga menemui kata sepakat.
Pilkada DKI yang menyisakan tiga kubu, nampak tak asing di mata publik. Pada koalisi partai pendukung Ahok-Djarot (PDI-P, Partai Nasdem, Partai Hanura dan Partai Golkar), kini seolah dibekingi oleh sosok tokoh politik besar Megawati Soekarnoputri.
Kubu kedua, dikomandoi Presiden ke-6 RI, SBY. Pada detik-detik terakhir, koalisi empat partai memunculkan nama kejutan, Agua Harimurti dan Sylviana Murni usai memaksa publik untuk menunggu lama pengumuman kandidat yang dipilih mereka.
Sementara kubu ketiga, koalisi Gerindra-PKS, dimotori oleh Prabowo Subianto. Meski masih belum mengumumkan resmi kandidat cagub dam cawagubnya, Prabowo sudah sejak jauh hari memastikan partainya mengusung Sandiaga Uno.
Sedikit mundur hingga Pemilu Presiden 2014, poros dalam Pilkada DKI mengingatkan kita pada koalisi-koalisi yang bertarung. Megawati, SBY dan Prabowo juga berada pada poros-poros yang berbeda. Kondisi ini sebelumnya tak terlihat pada penyelenggaraan Pilkada Serentak putaran pertama 2015 lalu.
Megawati pada Koalisi Indonesia Hebat yang kini menjadi koalisi partai pendukung pemerintah. Pada Pilpres 2014, mereka mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla yang kini menjabat Presiden dan Wakil Presiden.
(Baca: Megawati Pakaikan Ahok Jas Merah Tanpa Logo PDI-P)
Prabowo, memimpin poros lainnya, yaitu Koalisi Merah Putih (KMP) yang dulu mengusung dirinya bersama Hatta Rajasa. KMP yang pada awalnya terdiri dari enam partai, kini hanya menyisakan Gerindra dan PKS. Di mana kemesraannya berlanjut pada Pilkada DKI 2017.
Sedangkan SBY, pada pemerintahan tak berada pada kubu manapun dan mengklaim sebagai partai netral atau penengah.
Pilkada DKI yang berskala provinsi pun berubah menjadi titik krusial bagi partai politik untuk menentukan langkah. Statusnya sebagai ibu kota negara membuat Pilkada DKI menjadi pertarungan politik level nasional.
Bukan sekadar Pilkada
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, Ahok yang sejak awal dianggap sebagai figur kuat kini menjadi lebih kuat setelah PDI-P memutuskan untuk mendukungnya. Tujuan Pilkada DKI 2017 tak lagi sekadar penguasaan wilayah ibukota namun lebih luas lagi.
"Bukan hanya sekadar penguasaan DKI tapi batu loncatan untuk pertarungan menuju 2019," ujar Yunarto saat dihubungi, Kamis (22/9/2016).
Enam partai pada detik-detik terakhir dipaksa menunggu Megawati mengeluarkan kartu AS-nya.
(Baca: Ini Tanggapan Prabowo Saat Ditanya soal Pasangan Sandiaga-Anies)
"Ini kan mereka harus punya effort lebih karena Ahok sudah jauh lebih kuat. Dibandingkan dengan ahok tanpa PDI-P," tuturnya.
Dua poros telah memfinalisasi kandidat cagub dan cawagub yang akan diusungnya ke Pilkada DKI 2017. Kini, publik masih menunggu keputusan resmi Gerindra-PKS sebelum menyasikan "miniatur" Pilpres pada Pilkada DKI 2017 mendatang.
Siapakah yang berhasil menanamkan pengaruhnya paling besar pada Pilkada ini? Diakah Megawati, SBY, atau Prabowo? Kita nantikan jawabannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.