JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok masyarakat sipil menilai kematian Asep Sunandar (25), pria yang diduga melakukan penganiayaan berat, penuh kejanggalan.
Asep yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2014, tewas pada 10 September 2016 dengan 12 luka tembak.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Bandung, bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengaku memiliki bukti kejanggalan tersebut, sejak proses penangkapan hingga kematian Asep.
Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia bercerita, kejanggalan kasus Asep diawali ketika pada pukul 04.30 WIB. Saat itu, Asep bersama kedua rekannya dibawa tiga orang tak dikenal yang belakangan disebut sebagai polisi.
Putri mengatakan, berdasarkan keterangan kedua rekan Asep, saat penangkapan mereka ditodong senjata api. Kedua tangan dan mata mereka dilakban tanpa diberi tahu maksud dan tujuannya.
Menurut Putri, ketiga orang tersebut tak membawa surat perintah penangkapan.
"Tidak ada indentitas yang jelas, dan tidak menjelaskan tindak pidana yang disangkakan," ujar Putri, dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Setelah itu, Asep dan kedua rekannya dipisahkan ke lokasi berbeda. Kedua rekannya, kata Putri, langsung dibawa menuju Polres Cianjur, sedangkan Asep diturunkan di lokasi lain.
Kedua rekan Asep tidak mengetahui keberadaan Asep, hingga paginya diketahui Asep telah tewas dengan 12 luka tembak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur.
"Jenazah pada saat ditemui dalam kondisi tangan terikat ke belakang disertai luka tembakan. Ini jelas tindakan pembunuhan yang melanggar KUHP dan sulit untuk percaya bahwa ini bentuk pembelaan diri," kata Putri.
Selain itu, Putri mengatakan, pihak keluarga juga tidak diberi informasi terkait tewasnya Asep dari aparat terkait.
Keluarga justru mendapatkan kabar tewasnya Asep dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cianjur.
"Pihak keluarga juga meminta dilakukan otopsi terhadap tubuh korban dan meminta rekam medis, namun tak diberikan oleh pihak RSUD," kata Putri.
Putri juga mempertanyakan mengapa kedua rekan Asep yang ditangkap tak disidik lebih lanjut. Sebab, kedua rekan Asep dilepas begitu saja tanpa menjelaskan kepada mereka terkait penyebab penangkapan.
"Ini harus ditindaklanjuti. Ada indikasi upaya sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat," ucap Putri.
Banyaknya kejanggalan ini, menurut Putri, perlu segera diselidiki oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri.
Irwasum pun perlu memastikan proses pengungkapan kasus ini dilakukan transparan dan akuntabel.
"Irwasum harus menindak tegas anggota kepolisian yang menghalangi proses pengungkapan kasus," kata Putri.
Putri juga meminta Mabes Polri dan Polda Jawa Barat untuk menindaklanjuti proses pidana penanganan kasus kematian Asep. Ini dilakukan dengan upaya visum dan otopsi terhadap tubuh Asep guna memastikan penyebab kematian.
"Kami juga berharap Polri tidak menjadikan mekanisme internal sebagai pola menutup proses pidana. Evaluasi kinerja Polri secara keseluruhan penting untuk mengungkap praktik penyiksaan dan arogansi serta penggunaan kewenangan secara berlebihan," kata dia.
Saat dikonfirmasi, Irwasum Polri menyatakan masih menyelidiki itu.
"Saat ini masih dalam proses, tim pengawas internal dari Polda Jabar masih melakukan proses lidik," kata Irwasum Komjen Dwi Prayitno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.