Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ongkos Politik Mahal dan Kebiasaan Jadi Alasan Politisi Memilih Mau Korupsi

Kompas.com - 19/09/2016, 14:21 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  - Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menilai, korupsi yang melibatkan politisi di Indonesia masih akan sulit diberantas. Sebab, ada dua hal mendasar yang mendorong seorang politisi untuk korupsi.

Pertama, kata Imam, faktor tingginya ongkos politik untuk menjadi anggota dewan. Sebelum bisa menjabat sebagai anggota dewan, seseorang harus mengeluarkan biaya besar, misalnya untuk kampanye.

Oleh karena itu, ketika politisi tersebut berhasil menduduki kursi dewan, dia menjadi tidak segan menyalahgunakan kewenangannya untuk korupsi.

"Di mana ada sistem yang mendorong auktor poltik yang terdorong melakukan sesuatu karena kebutuhan yang menuntut dia di dalam menjalankan peran. Jadi, high cost politik (tingginya ongkos politik) mendorong orang mencari beragam cara yang ilegal, termasuk korupsi," ujar Imam saat dihubungi, Senin (19/9/2016).

Kedua, lanjut Imam, faktor kebiasaan. Menurut dia, korupsi di Indonesia sudah seperti suatu hal yang sifatnya melekat dengan keseharian.  Misalnya, dalam proses pengurusan administrasi apa pun, pihak pemohon kerap kali ingin prosesnya dipermudah atau segera diselesaikan.

(Baca: Irman Gusman, Peraih Bintang Tanda Jasa yang Kini Berurusan dengan KPK)

Di sisi lain, pihak yang memiliki kewenangan atau yang memiliki keterkaitan dengan pihak berwenang mengharapkan adanya pemberian "upah" meskipun bukan menjadi haknya untuk menerima imbalan tersebut.

Terkait faktor kebiasaan, koruptor tidak memandang besaran nominal yang diterimanya. Dalam kasus korupsi yang diduga dilakukan Irman Gusman, misalnya.

Terlihat bahwa ketua Dewan Perwakilan Daerah itu menggunakan kekuasaan di luar kewenangan jabatannya untuk merekomendasikan Bulog agar memberikan jatah impor gula kepada CV Semesta Berjaya di Sumatera Barat. Adapun barang bukti yang diamankan KPK terbilang kecil, yakni Rp 100 juta.

(Baca: Nilai Suap Kasus Irman Gusman Rp 100 Juta Dipermasalahkan, Ini Komentar KPK)

"Bersifat habitual atau kultural, jadi orang yang sudah terbiasa melakukan hal seperti itu (korupsi) dan sudah menjadi bagian dari praktek-praktek sebelumnya, maka pada saat dia menjabat sebagai pimpinan tertinggi sekalipun akan sulit melepas (sifat itu) karena sudah menjadi habitual," ucap Imam.

Dia menambahkan, penangkapan yang dilakukan KPK hingga saat ini tidak memberi efek jera yang signifikan. Sebab nyatanya, masih saja ada pejabat-pejabat tinggi lantaran terlibat korupsi.

Kalaupun ada pemberatan hukuman yang dijatuhkan bagi para pelaku, menurut Imam, hal itu hanya menjadi salah satu alternatif dari banyaknya cara sebagai upaya pencegahan korupsi. 

(Baca: KPK Pastikan Irman Gusman Tahu Bungkusan Berisi Uang)

Namun, upaya penangkapan dan pemberian hukuman berat tetap diperlukan, bahkan ditingkatkan agar menjadi rambu bagi para calon koruptor mengurungkan niatnya.

Selain itu, kata Imam, harus ditemukan sistem yang bisa mengatasi dua permasalahan mendasar, yakni faktor tingginya ongkos politik dan kebiasaan, agar korupsi dapat diatasi. 

"Jadi harus dibombardir berkali kali dengan sebuah sistem yang melekat, pengawasan melekat sampai ke perubahan sistemik yang bisa memungkinkan orang mengatasi high cost politik, kalau high cost belum bisa diatasi maka politisi akan terus mencari celah," kata dia.

Kompas TV KPK Geledah Gudang Milik Tersangka Suap Impor Gula
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com