Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angan-angan Freddy dan Pertaruhan Haris

Kompas.com - 19/09/2016, 05:30 WIB

Freddy Budiman tidak pernah lepas dari sensasi. Semasa hidup, Freddy dikenal sebagai salah satu pelaku kejahatan narkoba kelas kakap dengan enam kasus yang terungkap oleh aparat penegak hukum.

Lalu, menjelang dieksekusi mati pada 28 Juli lalu, testimoni Freddy, yang ditulis dan disebarkan secara viral oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar, mengungkap dugaan aliran dana kepada sejumlah oknum aparat.

Menarik untuk mengetahui, apakah Freddy memiliki kekuatan besar dalam jaringan narkoba?

Atau, cukup kayakah Freddy sehingga bisa menyuap sejumlah oknum aparat hingga miliaran rupiah untuk memengaruhi penanganan kasus-kasusnya?

Rasa ingin tahu publik terkait rekam jejak Freddy itu sedikit terungkap dalam hasil investigasi Tim Pencari Fakta Gabungan (TPFG) yang dibentuk Kepolisian Negara RI.

Selama 30 hari bertugas, tim sebagian anggotanya berasal dari luar kepolisian, seperti Hendardi (Setara Institute), Poengky Indarti (Komisi Kepolisian Nasional), dan Effendi Gazali (pakar komunikasi), mendapatkan sejumlah fakta menarik mengenai Freddy.

Khayalan Freddy

Pertama, mengenai testimoni Freddy yang mengatakan telah memberi uang kepada oknum kepolisian sebesar Rp 90 miliar.

Sejumlah rekan Freddy yang telah dimintai keterangan, di antaranya Chandra Halim (terpidana mati kasus narkoba yang juga merupakan pimpinan jaringan narkoba Freddy) dan John Kei (terpidana kasus pembunuhan), mengatakan, jumlah dana itu hanya khayalan Freddy yang ia harapkan bisa dihasilkan dari hasil penjualan sejumlah narkoba.

Seluruh narkoba itu adalah bagian dari tiga kasus Freddy yang ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Badan Reserse Kriminal Polri.

Tiga kasus itu ialah kepemilikan 400.000 ekstasi yang disimpan dalam kompresor tahun 2013, pabrik narkoba yang memproduksi 3 kilogram sabu di LP Cipinang pada 2013, serta paket pos berisi 50.000 ekstasi pada 2015.

Menurut rencana, Freddy akan memasarkan 400.000 butir ekstasi seharga Rp 200.000 per butir yang dapat menghasilkan Rp 80 miliar, 3 kilogram sabu yang senilai Rp 1 miliar per kilogram sehingga dapat menghasilkan uang Rp 3 miliar, lalu 50.000 butir ekstasi dibanderol Rp 200.000 per butir dengan harapan menghasilkan Rp 10 miliar.

Alhasil, Freddy dapat menerima uang Rp 93 miliar.

Namun, jangankan mendapat Rp 93 miliar, keuntungan Rp 1 pun mustahil didapat Freddy.

Sebab, seluruh narkoba miliknya telah disita oleh penyidik kepolisian sebelum diedarkan kepada publik.

"Menurut keterangan rekan-rekan Freddy, jumlah Rp 90 miliar tersebut hanya angan-angan Freddy dari akumulasi penjualan paket narkoba itu," ujar Effendi, Kamis (15/9), di Jakarta.

Selain itu, Chandra juga membantah Freddy dapat memiliki uang hingga miliaran rupiah.

Adik Freddy, Jhony Suhendar alias Latief, menyebutkan, dari kasus kepemilikan 1,4 juta butir ekstasi yang ditangani oleh Badan Nasional Narkotika (BNN), sesungguhnya Freddy hanya memiliki bagian sebanyak 500.000 butir ekstasi. Kasus itu pun yang menyebabkan Freddy dan Chandra divonis hukuman mati.

Namun, menurut Chandra, jumlah 1,4 juta butir ekstasi itu dipesan Chandra dari bandar narkoba di Tiongkok, yaitu Wong Chang Su.

Pesanan Chandra sebenarnya hanya 500.000 butir ekstasi, tetapi karena Chang Su sudah terbiasa berbisnis dengan Chandra, ia memberikan bonus hingga 900.000 butir ekstasi sehingga jumlah yang dikirimkan ke Jakarta mencapai 1,4 juta butir ekstasi.

Dari pesanan 500.000 butir ekstasi, kata Chandra, Freddy hanya dipinjamkan 100.000 butir ekstasi, sisanya milik Chandra. Freddy pun cuma mengurus penyewaan gudang di Cengkareng seharga Rp 85 juta.

Dari temuan itu, Chandra dan Latief sepakat bahwa Freddy tidak pernah berkomunikasi langsung dengan bandar di Tiongkok, bahkan Freddy pun tidak memiliki paspor, tidak bisa pula berbahasa Mandarin, serta tidak mempunyai satu pun akun rekening di bank.

Lalu, bagaimana Freddy mengatur keuntungan dari bisnis narkobanya? Poengky mengungkapkan, Latief berperan besar dalam pengaturan keuangan Freddy.

Dalam dua kali pemeriksaan Latief, kemudian dikuatkan oleh keterangan penyidik kasus Freddy, terungkap bahwa Freddy dan Latief memberlakukan uang hasil bisnisnya secara cash and carry.

Artinya, setelah memastikan ada uang, Freddy akan memerintahkan Latief akan membagikan uang tersebut kepada sejumlah anggota jaringan Freddy.

Kemudian, uang tersebut akan disimpan di rekening milik sejumlah anak buah Freddy yang sebagian besar dengan identitas palsu.

Resistensi

Menyusul hasil kerja TPFG Polri, Haris pada Jumat (16/9), mengatakan, dirinya tidak merasa kredibilitasnya atau kredibilitas Kontras dipertaruhkan karena diduga menyebarkan informasi sumir dan tak memiliki fakta terkait dugaan aliran dana kasus narkoba ke oknum aparat.

Menurut John Kei dan mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Liberty Sitinjak, testimoni Freddy yang diucapkan kepada Haris bukan hal baru.

Freddy selalu mengatakan itu kepada hampir setiap orang yang ia temui, termasuk kepada mereka.

Untuk membuktikan testimoni Freddy itu, tambah Haris, pihaknya tengah menyiapkan laporan terkait aliran dana Freddy.

"Nanti masyarakat yang menilai, apa yang saya tulis hanya pepesan kosong atau tidak. Kalau hasil tim (bentukan aparat) tidak menemukan aliran dana itu, patut diduga resistensi pasti ada," kata Haris.

Haris menuturkan, masyarakat pasti memahami bahwa untuk menemukan aliran dana "ilegal" kepada aparat negara tidak akan mudah.

Lagi-lagi, hasil kerja tim investigasi tersebut mencerminkan keprihatinan masyarakat karena membuktikan sulitnya membongkar keterlibatan aparat negara dalam bisnis narkoba serta aliran dananya.

Meski tak menemukan aliran dana dari Freddy ke oknum polisi, tim mendeteksi aliran dana dari Chandra ke salah satu perwira menengah polisi.

Oleh karena itu, testimoni Freddy yang ditulis Haris sesungguhnya hanya pelecut untuk membuktikan kebenaran keterlibatan oknum aparat dalam kasus narkoba yang selama ini menjadi rahasia umum.

Karena itu, ketegasan dan keseriusan pimpinan lembaga terkait, seperti Polri, Badan Narkotika Nasional, dan Tentara Nasional Indonesia, dinanti dan diharapkan publik. (MUHAMMAD IKHSAN MAHAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com