Juga lebih terasa dominasi menteri-menteri yang telah berkiprah sejak era Orde Baru, khususnya dari kalangan purnawirawan.
Tak terbantahkan pula, mayoritas menteri kali ini terdiri dari tokoh/politisi/akademisi bukanlah para loyalis tulen Jokowi karena lebih patuh kepada patron masing-masing.
PP terkesan keliru sejak awal, baik detail kebijakannya yang sukar ditebak maupun sosialisasinya yang asal-asalan.
PP tentu bermaksud baik, tetapi keburu menimbulkan keresahan karena pesan yang disampaikan kepada publik tidak pernah utuh.
Publik paham pemerintah sedang BU (butuh uang) untuk menggenjot pembangunan infrastruktur untuk mencatat pertumbuhan ekonomi lima koma sekian atau bahkan 6 persen.
Dengan sosialisasi yang sempurna dan juga kesiapan aparat perpajakan, PP niscaya akan sukses.
Kita mengharapkan PP sukses karena masih percaya 100 persen kepada Jokowi yang rajin bekerja, merakyat, anti KKN, dan bernyali besar.
Kita juga kurang peduli dengan berbagai pernyataan yang dikemukakan pejabat tinggi yang seperti pengamat atau terkesan berlawanan dengan Jokowi.
Mungkin ini gejala Jokowi sedang berjuang seorang diri, persis seperti ketika menongkrongi kuli-kuli yang memperbaiki tanggul Kanal Barat yang jebol itu.
Ia mungkin juga masih sendirian mengarungi belantara politik Ibu Kota yang elitis, dari sebuah kota yang kebetulan bernama Solo (sendiri) di Jawa Tengah.
Mungkin Jokowi sedang masuk masa jeda ibarat final sepak bola yang harus dimenangi. Pada babak pertama ia sudah unggul tipis, tetapi permainan belum mencapai top form.
Pada saat jeda ia perlu mendengar instruksi-instruksi pelatih. Salah satu instruksi yang dia harus dengar adalah apa gerangan yang dikehendaki publik, yang disiarkan oleh pers, yang kewajibannya mengingatkan pemimpin dengan sikap berpihak hanya kepada kebenaran.
Dalam kesendirian itulah Jokowi kadang tersandung. Ia cedera cukup fatal, seperti saat ia mesti memberhentikan dengan hormat Menteri ESDM Arcandra Tahar yang baru bertugas 20 hari, yang ternyata memiliki dua kewarganegaraan.
Kita maklumi Jokowi sudah menjalani metamorfosis panjang dari ulat, menjadi kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu.
Masih tersisa sekitar tiga tahun untuk terbang hilir-mudik dan sesekali hinggap di tangkai bunga yang kuat, bukan yang lemah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.