JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Badan Pengawas Obat dan Makanan menetapkan satu tersangka terkait pabrik obat palsu di Balaraja.
Kasus tersebut kini tengah disidik PPNS BPOM.
"Di sana diproses tersangkanya satu, inisialnya R," ujar Ari, di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (13/9/2016).
Ari mengatakan, Bareskrim Polri telah berkoordinasi dengan BPOM dalam mengusut kasus ini.
Penindakan dilakukan oleh Polri dan BPOM karena produksi yang ditemukan dalam jumlah besar dan terdistribusi luas.
"Sehingga kami nge-back up BPOM. Penanganan dan penyidikannnya dilakukan BPOM," kata Ari.
Ari mengatakan, polisi tetap memberi pendampingan untuk penyidikan yang berlangsung di BPOM.
Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang menjelaskan Polri wajib untuk melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap PPNS.
Polisi jiga membantu menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang penyidikan itu.
"Posisi kami memberikan perbantuan untuk pemeriksaan laboratorium. Kami sebagai korwas PPNS saja," kata Ari.
Dihubungi terpisah, Humas BPOM Nelly membenarkan bahwa ada koordinasi antara PPNS BPOM dengan Polri terkait kasus obat palsu.
Namun, ia belum memperoleh informasi soal penetapan tersangka itu.
"Soal itu saya akan konfirmasi dulu," kata Nelly.
Nelly mengatakan, PPNS berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penetapan tersangka hingga kasusnya dinyatakan lengkap oleh jaksa pemeriksa.
Kemudian, berkas penyidikan itu dilimpahkan ke kejaksaan untuk kemudian disidangkan. Aturan soal PPNS BPOM diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 189 ayat (1) dan (2).
Sementara itu, polisi masih mengincar satu pelaku terkait temuan lima gudang yang memproduksi 42 juta butir obat palsu di Balaraja, Banten.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, pelaku tersebut diduga pemilik pabrik sekaligus produsen obat palsu.
"Diduga sebagai pemilik gudang yang bertanggung jawab terhadap usaha produksi obat-obatan itu," ujar Boy.
Boy mengatakan, pelaku mengedarkan obat-obatan tersebut melalui toko obat. Sementara penggunanya mengetahui informasi soal obat itu dari mulut ke mulut.