JAKARTA, KOMPAS.com – Revisi Peraturan KPU tentang Pencalonan yang membolehkan terpidana hukuman percobaan maju di pilkada menuai kontroversi.
Anggota Komisi II DPR, Arteria Dahlan, meminta agar rekaman rapat dengar pendapat yang memutuskan hasil revisi peraturan tersebut dibuka ke publik.
Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan itu, keputusan yang diambil pada Minggu (11/9/216) dini hari itu bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Saya minta semua rekaman persidangan rapat konsultasi DPR, pemerintah, KPU, Bawaslu diputar kembali. Jelas kok siapa pembicaraan, arahnya ke mana dan ditujukan untuk apa dan kepada siapa," kata Arteria dalam keterangan tertulis, Selasa (13/9/2016).
Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada disebutkan, jika calon kepala daerah harus memenuhi syarat tidak pernah sebagai terpidana berdasar putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Namun, dalam rapat dengar pendapat itu diputuskan jika terpidana yang tidak dipenjara atau yang hanya melakukan pidana culpa levis (tindak pidana ringan atau kelalaian/kealpaan) boleh maju di pilkada.
Arteria melihat banyak kepentingan di balik persetujuan PKPU tersebut. Terlebih, ada beberapa fraksi yang menolak memberikan persetujuan, namun keputusan tetap diambil.
Fraksi itu seperti PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional dan Nasdem.
"Yang jelas kan ada yang ngotot banget bahkan melawan logika akal sehat sekali pun untuk mengatakan seseorang yang diihukum sepanjang tidak dipenjara badan itu bukan terpidana," ujar Arteria.
"Ada yang ngotot boleh dengan alasan HAM, keadilan dan segala macam yang tidak logis, mencederai akal sehat dan miskin nurani," ujarnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan