JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direkrut PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Tony Wenas menyampaikan permintaan maaf kepada Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead.
Hal itu terkait penghadangan BRG oleh petugas keamanan saat melakukan inspeksi mendadak di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Senin (5/9/2016).
"Saya atas nama RAPP maupun pribadi menyampaikan permohonan maaf kepada Kepala BRG atas situasi di lapangan dimana tim dari BRG tidak diperkenanakan masuk," kata Tony di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Menurut Tony, penghadangan tersebut terjadi karena adanya kesalahan standar operasional prosedur (SOP) internal. Petugas keamanan tidak melaporkan kepada atasan terkait kunjungan dari BRG.
(Baca: RAPP Akui Buka Kanal tetapi Bukan untuk Keringkan Gambut)
Dalam kesempatan itu, Tony juga memastikan RAPP tidak melibatkan aparat Komado Pasukan Khusus (Kopassus) dalam pengamanan perusahaan.
Anggota keamanan yang mengaku bagian dari Kopassus itu, lanjut dia, kemungkinan pernah mengikuti latihan pasukan elite milik TNI AD tersebut.
"Tidak ada anggota kami yang pakai kopasus tidak ada dari TNI atau Polri. Bukan pakai seragam kopasus barangkali pernah ikut latihan kopasus," ucap Tony.
Tony mengaku telah menindak tegas pihak keamanan yang menghadang BRG. Di samping itu, perusahaan juga akan meninjau kembali SOP untuk memastikan penghadangan tidak terjadi lagi.
"Pemerintah selalu punya hak masuk ke wilayah konsensi kami. Bahwa kami mendapat lahan itu dari pemerintah," ujar Tony.
Sebelumnya, Badan Restorasi Gambut (BRG) melakukan inspeksi mendadak (sidak) bersama masyarakat setempat menemukan aktivitas pembukaan gambut.
Sidak dilakukan untuk merespons pengaduan warga desa Bagan Melibur terkait pembangunan sejumlah kanal dan pembukaan gambut oleh perusahaan tersebut.
Laporan diterima BRG pada 10 Juni 2016. Menindaklanjuti laporan itu, pada tanggal 15-18 Juni, BRG menurunkan tim untuk melakukan penilaian teknis dan sosial.
Selanjutnya, pada 2 Agustus 2016, RAPP dipanggil untuk menyerahkan data terkait lahan gambut di areal konsesinya.
RAPP kemudian menyerahkan sejumlah data, antara lain perihal kedalaman gambut. Namun, BRG menilai, ada indikasi keberadaan gambut dalam (di atas 5 meter) pada areal konsesi tersebut.
Hasil sidak menemukan RAPP melakukan pembukaan kanal. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Peraturan tersebut melarang pembuatan kanal yang mengakibatkan gambut menjadi kering. Areal bergambut dengan kedalaman tiga meter atau lebih wajib dilindungi.
(Baca: Disidak BRG karena Buka Lahan di Areal Gambut, Ini Kata Induk Usaha RAPP)
Nazir mengatakan, pembukaan lahan gambut yang berfungsi lindung juga dilarang. Sejumlah petani dan warga Bagan Melibur yang juga mengikuti kunjungan Kepala BRG menjelaskan, kanal-kanal yang dibangun oleh RAPP telah menembus hutan alam yang ada di wilayah desa mereka.
M. Kamil, salah seorang warga yang kebun sagunya terbakar, mengungkapkan, lahan gambut di Pulau Padang sejak enam tahun terakhir selalu mengalami kebakaran. Kamil menduga, hal ini terkait dengan kanal-kanal yang dibangun oleh RAPP di sekitar desa mereka sehingga mengeringkan gambut.
Sementara itu, dari video yang diunggah BRG pada laman YouTube, Selasa (6/9/2016), sidak yang dilakukan BRG sempat dihadang oleh sejumlah orang yang mengamankan wilayah itu.
Berdasarkan video itu, saat ditanya oleh staf BRG, petugas keamanan itu mengaku berasal dari Alumni Bela Negara Grup 3 Kopassus.
Dalam video itu, petugas keamanan itu tidak memperbolehkan rombongan BRG untuk masuk.
Tidak hanya itu, dia juga menanyakan kepada Nazir terkait surat izin untuk memasuki wilayah itu. Nazir menyesalkan RAPP yang tidak kooperatif dengan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.