JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Iza mengatakan, pihaknya telah menerima pengaduan dari Bareskrim Polri mengenai sejumlah aplikasi khusus gay yang berpotensi dimanfaatkan untuk prostitusi anak.
Kemenkominfo langsung menindaklanjuti dengan segera menggelar forum membahas langkah yang akan dilakukan terkait aplikasi-aplikasi tersebut.
"Kami akan melakukan pertemuan minggu depan untuk konsolidasi antarlembaga dengan pihak terkait," ujar Noor saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/9/2016).
Noor mengatakan, Kemenkominfo akan mengawasi lebih jauh konten di dalamnya. Dalam forum tersebut akan dilihat secara kompehensif apakah konten dari aplikasi tersebut bertentangan dengan hukum atau tidak.
"Bagi kami, segala sesuatunya harus dilihat melalui sisi atau koridor peraturan yang ada serta bagaimana aspirasi dari para stakeholder," kata Noor.
Para pemangku kepentingan yang akan diundang dalam pertemuan pekan depan itu yakni Bareskrim Polri, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Komisi Perlindungan Anak.
Jika dianggap perlu, komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) akan diundang dalam forum.
Noor mengatakan, aplikasi yang diadukan itu merupakan aplikasi biasa. Hanya saja target pasarnya menyasar kelompok LGBT.
Menurut Noor, aktifitas kelompok ini pun bisa saja terjadi di jejaring sosial umum seperti Facebook.
Ia tak menampik kelompok tersebut memang tumbuh di masyarakat dan tak ada regulasi yang mengatur mengenai hal itu.
Namun, akan menjadi masalah ketika aplikasi khusus gay tersebut disalahgunakan untuk prostitusi anak.
Noor pun menganggap pemblokiran aplikasi khusus gay bisa saja dilakukan, tergantung bagaimana kesepakatan dalam forum itu.
"Segala sesuatu bisa dimungkinkan. Apalagi dampaknya sudah kelihatan," kata Noor.
Sebelumnya, Kepala Subdit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Himawan Bayu Aji mengatakan, pelaku prostitusi anak untuk gay, AR, menjajakan para korban melalui aplikasi jejaring sosial Grindr.
AR lah yang membuat akun dan profil dari para korbannya. Himawan mengatakan, jejaring sosial itu hanya menyajikan foto, profil, dan data pribadi pemilik akun.