Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/09/2016, 18:26 WIB

Yang diusulkan berlaku

Adapun wacana tentang pemberlakuan sistem dwikewarganegaraan bisa saja dilakukan dalam konteks untuk merevisi UU sesuai dengan perkembangan masyarakat kita ataupun masyarakat internasional.

Kenyataan bahwa sangat mungkin banyak WNI yang bagus, seperti Arcandra, memang bisa saja diakomodasi dengan politik hukum baru dalam bidang kewarganegaraan dengan merevisi dulu UU yang berlaku sekarang.

Sekarang pun sebenarnya kita sudah menganut dwikewarganegaraan, tetapi secara terbatas hanya bagi mereka yang lahir dalam percampuran stelsel kewarganegaraan.

Anak yang lahir dari perkawinan antara orangtua yang berbeda kewarganegaraan atau orangtua Indonesia yang melahirkan anak di negara yang menganut stelsel ius soli seperti Amerika Serikat, berdasar UU No 12 Tahun 2006 anaknya mempunyai dua kewarganegaraan.

Pemberian status dwikewarganegaraan itu dibatasi sampai sang anak berusia 18 tahun untuk kemudian memilih salah satunya karena dianggap sudah dewasa.

Sebenarnya pula ide tentang kemungkinan pemberlakuan penuh dwikewarganegaraan itu sudah diperdebatkan secara mendalam dan komprehensif ketika RUU Kewarganegaraan yang kemudian menjadi UU No 12 Tahun 2006 itu dibahas Pansus di DPR.

Pada waktu itu, kita bersepakat bahwa demi hak asasi manusia, setiap orang harus diberi hak untuk memilih kewarganegaraannya, termasuk mempunyai dwikewarganegaraan.

Namun, untuk kepentingan nasional (nasionalisme) yang disepakati pada saat itu adalah stelsel kewarganegaraan tunggal dengan dispensasi dwikewarganegaraan secara terbatas.

Alasannya, kalau kita menganut sistem dwikewarganegaraan penuh, maka bisa jadi banyak orang asing yang di negaranya menganut sistem dwikewarganegaraan berlomba-lomba menjadi WNI untuk kemudian ikut mengelola sumber daya alam, bahkan ikut memimpin Indonesia.

Nah, kalaulah karena mobilitas warga negara Indonesia dan masyarakat internasional yang begitu tinggi kemudian alasan nasionalisme yang seperti itu sekarang dianggap sudah usang dan tidak relevan lagi, upaya merevisi UU No 12 Tahun 2006 bisa saja dilakukan.

Namun, arah revisinya haruslah tetap sangat berhati-hati demi Indonesia raya kita.

Moh Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com