JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Antam Novambar mengatakan, polisi menerima banyak pengaduan dari kepolisian daerah di Kalimantan mengenai maraknya kriminal di wilayah tersebut.
Setelah diselidiki, ternyata terdapat kemiripan antara satu kasus dengan kasus lainnya.
Para pelaku tersebut terpicu melakukan tindak kriminal setelah mengonsumsi obat palsu dengan jenis yang sama.
"Ada kejadian kekerasan, perkelahian, penusukan, rata-rata tersangkanya minum gini-giniannya (obat) dulu. Kalau dua-duanya minum, halusinasi, maka mereka berkelahi," ujar Antam di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
(Baca: BPOM Sebut Obat Palsu Produksi Banten Beri Efek Halusinasi dan Picu Kejahatan)
Antam mengatakan, obat tersebut menimbulkan efek luar biasa jika dikonsumsi berlebihan.
Apalagi,pada beberapa jenis obat, terkandung zat kimia yang izin peredarannya sudah dicabut di Indonesia.
Penggunaan obat-obatan tersebut juga bisa memecah konsentrasi penggunanya dan membahayakan diri sendiri serta orang lain.
"Banyak kecelakaan lalu lintas, setelah diperiksa minum ini juga. Makanya minum obat harus dengan resep dokter," kata Antam.
Harga obat palsu itu jauh lebih murah dibandingkan obat asli.
(Baca: Polisi Gerebek Lima Gudang di Banten, Ditemukan 42 Juta Butir Obat Palsu)
Dari pengaduan itu, Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan penyelidikan selama delapan bulan.
Hasil penyelidikan membawa polisi untuk melakukan penggerebekan lima pabrik yang memproduksi obat palsu di Balaraja, Banten.
Hasil produksinya kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia, termasuk Kalimantan.
"Dipasarkannya di toko obat. Mereka tahu dari mulut ke mulut," kata Antam.