JAKARTA, KOMPAS.com - AR (41), tersangka perdagangan anak untuk prostitusi gay paedofil aktif sebagai penyuluh di lembaga sosial masyarakat untuk komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Itu diungkapkan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto.
Penyuluh, kata Ari, menjadi aktivitas AR selepas keluar dari penjara. AR harus mendekam di balik jeruji besi lantaran terbukti menjadi mucikari yang memperdagangkan perempuan sebagai budak seks.
"Dia aktif digunakan oleh LSM, menurut keterangan dia, sebagai penyuluh untuk anti HIV/AIDS khususnya ke LGBT," ujar Ari di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
AR adalah laki-laki penyuka sesama jenis. Kebetulan, ia tinggal di tempat kos yang lingkungannya banyak terdapat anak-anak usia remaja.
AR merekrut anak-anak tersebut untuk bekerja sebagai pemuas seksual untuk kaum gay.
(Baca: Ini Cara Pelaku Prostitusi Anak untuk Klien Gay Rekrut Korbannya)
"Grupnya RCM (Reo Ceper Management), itulah club yang ada di tempat kos mereka. Anak anak itulah yang dipengaruhi untuk dikasih uang untuk melayani seks," kata Ari.
AR pun menawarkan orang-orang di komunitas LGBT itu untuk memakai jasa grup RCM.
"Kalau dia menemukan orang yang mau memakai, dia siap menyiapkan," lanjut Ari.
"Brondong"
Polisi kini menyelidiki komunitas LGBT tersebut untuk mencari sosok pelanggan yang menggunakan jasa AR.
Sementara Untuk mencari pelanggan, AR menjajakan korbannya melalui akun Facebook bernama "Brondong".
Di akun tersebut, AR memajang foto-foto korban dengan diikuti nama dan huruf khusus yang diketahui merupakan sandi.
Huruf V menandakan anak tersebut bertindak sebagai perempuan, T bertindak sebagai laki-laki, dan B untuk biseksual.
Setiap anak dikenakan tarif Rp 1,2 juta kepada pelanggan. Dari uang sebanyak itu, masing-masing anak hanya menerima sekitar Rp 100-150 ribu untuk layanan singkat.
Dari pengembangannya, polisi menangkap U dan E terkait kasus ini. Tersangka U merupakan mucikari sama seperti AR.
Sementara E merupakan pemakai jasa prostitusi anak sekaligus perekrut dan menyediakan rekening untuk menamlung uang hasil kejahatan AR.
Para pelaku terancam pasal berlapis terkait Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.