"Saya akan meminta para pimpinan kewilayahan untuk banyak turun ke bawah, kemudian bersentuhan dengan masyarakat, memperbanyak dialog-dialog dengan masyarakat," kata Tito.
Menurut Tito, yang terpenting adalah komunikasi masyarakat dengan polisi tidak terhambat.
Polisi juga dituntut memahami apa yang menjadi keinginan masyarakat. Terlebih lagi, saat ini banyak ruang dialog selain tatap muka, yakni melalui media sosial.
(Baca: Kantor Polsek Sugapa di Papua Dibakar Massa, Ini Penjelasan Polri)
"Tamparan" bagi Sang Jenderal
Tito mengingatkan jajarannya untuk terus memperbaiki budaya, citra, dan kinerja kepolisian.
Perbaikan citra ini, menurut dia, perlu dilakukan agar kepolisian memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat terhadap Polri menurun karena sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan kepolisian.
Bagi Tito, peristiwa Meranti adalah pelajaran pahit.
"Kasus Meranti adalah pelajaran pahit. Saya imbau kepada jajaran harus evaluasi. Ambil pelajaran dan tidak boleh terjadi di tempat lain," kata Tito.
Tito menekankan, kejadian yang sama jangan sampai terulang karena mencoreng ratusan ribu polisi dan menutup prestasi polisi Indonesia.
Untuk memperbaiki internal Polri, ia telah menerbitkan "Commander Wish" yang berisi 10 program prioritas ditambah dengan program "Quick Wins".
Program yang telah dirumuskan itu meliputi perbaikan pelayanan publik, profesionalisme penegakan hukum, stabilitas keamanan dan ketertiban nasional, serta reformasi internal.
Sebatas teori
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, Tito Karnavian belum menunjukkan taringnya sehingga bawahannya tidak segan melakukan tindakan menyimpang dari tugas kepolisian.
Janji Tito untuk melakukan reformasi Polri dianggap masih sebatas teori.
"Tekadnya tidak dibarengi kebijakan dan tindakan yang memberikan pengaruh ke bawahan untuk segan dan takut perbuatan menyimpang," ujar Bambang.
Menurut Bambang, perilaku menyimpang dan kekerasan memang mengakar dan kerap terjadi oleh oknum kepolisian di daerah.
Seharusnya, dalam kasus Meranti dan Sugapa, Tito tak hanya memerintahkan jajarannya untuk mengusut.
Menurut Bambang, perlu ada ancaman pencopotan dari jabatannya sehingga ada efek jera.
Tak hanya itu, bentrok polisi versus warga tersebut justru akan makin menipiskan kepercayaan masyarakat terhadap Korps Bhayangkara.
Padahal, Tito berharap di masa kepemimpinannya, kepercayaan itu akan pulih.
"Upaya sistemaris untuk membangun kepercayaan publik ke Polri saya lihat baru pernyataan simbolik. Kalau tidak dilakukan tindakan nyata yang keras, tidak akan ada getaran yang dibawa pemimpin," kata Bambang.