JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto Putro mencabut permohonan kasasinya di Mahkamah Agung.
Pencabutan itu setelah pihak Tripeni melihat komposisi hakim yang bakal menangani kasasinya. Hakim Agung Artidjo Alkostar salah seorang dari tiga hakim yang tergabung dalam majelis.
Dua hakim lainnya, Krisna Harahap dan MS Lumme.
Belum terkonfirmasi alasan Tripeni membatalkan ajuannya. Yang pasti, pencabutan kasasi dibenarkan Hakim Agung Krisna Harahap.
"Yang bersangkutan akhirnya memutuskan untuk membatalkan permohonan kasasinya," kata Hakim Agung Krisna Harahap di Jakarta, Kamis (25/8/2016), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
(Baca: Disuap OC Kaligis, Mantan Ketua PTUN Medan Divonis Dua Tahun Penjara)
Sebelumnya, Tripeni dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Ia terbukti menerima suap dari pengacara Otto Cornelis Kaligis untuk mengabulkan gugatan yang diajukan ke PTUN Medan.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan di PTUN Medan. Saat OTT, KPK menyita 15 ribu Dollar Amerika dan 5 ribu Dollar Singapura di ruangan Ketua PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro.
Tripeni menyadari bahwa menerima pemberian uang dari Kaligis saat berkonsultasi gugatan perkara merupakan hal yang salah.
Sejumlah uang tersebut dimaksudkan agar gugatan yang diajukan Pemerintah Provinsi Sumut dengan Kaligis sebagai kuasa hukum dikabulkan.
Gugatan itu terkait dengan pengujian wewenang kejaksaan tinggi dalam melakukan pemanggilan saksi dan penyelidikan kasus dana bantuan sosial, bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), serta terkait penahanan pencairan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD Pemprov Sumatera Utara.
(Baca: KPK Sita 15.000 Dollar AS dan 5.000 Dollar Singapura dari Ruang Ketua PTUN Medan)
Saat itu, Majelis hakim PTUN Medan pun sepakat mengabulkan sebagian permohonan dari Kaligis.
Karena dianggap bekerja sama dengan KPK, Tripeni Irianto Putro ditetapkan menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dalam kasus ini. Penetapan tersebut diteken oleh pimpinan KPK pada 23 September 2015.
Ditakuti Koruptor
Hakim Agung Artidjo Alkostar dikenal sebagai hakim "galak" dalam menjatuhkan hukuman. Terutama bagi para koruptor.
Vonis berat menanti terpidana koruptor jika kasasinya ditangani Artidjo. Ketukan "palu" Artidjo begitu menakutkan.
Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo. Sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, terjerat kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Luthi mendapatkan vonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider 1 tahun kurungan.
Pengadilan banding menjatuhi Luthfi hukuman penjara dan denda yang sama seperti pengadilan tingkat pertama.