JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah Filipina terkait upaya pembebasan delapan Anak Buah Kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) yang masih disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Menteri Pertahanan Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa pemerintah Filpina sudah bernegosiasi memberi jeda waktu agar kelompok tersebut mau menyerahkan diri setelah salah satu markas yang ada di Pulau Basilan, sebelah selatan Semenanjung Zamboanga dihancurkan.
"Presiden Filipina yang sekarang (Rodrigo Duterte) mengkonsolidasikan jeda, memberikan waktu kepada mereka untuk menyerah saja," ujar Ryamizard di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat (25/8/2016).
(Baca: Menhan: Militer Filipina Lumpuhkan Separuh Kekuatan Kelompok Abu Sayyaf)
Ryamizard mengatakan, Rodrigo Duterte juga sudah mengultimatum kelompok radikal tersebut.
"Kalau menyerah tidak akan kenapa-kenapa, tapi kalau tidak menyerah akan kami habiskan, itu ancamannya," tutur Ryamizard.
Terkait kabar sandera, ia mengatakan, semuanya dalam keadaan baik-baik. Saat ini, kata Ryamizard, sebanyak 11.000 pasukan tentara Filipina sudah dipersiapkan di Pulau Zulu.
"Sandera itu masih dalam keadaan bagus, dan berpindah-pindah, karena ada 2 pulau, Basilan dan Zulu. Basilan sudah direbut, sudah aman, Zulu ada 11.000 pasukan Filipina, operasi besar-besaran," kata dia.
(Baca: Abu Sayyaf Minta Rp 45 Miliar untuk Lima ABK yang Masih Disandera)
Menangapi kekhawatiran adanya ancaman terhadap delapan korban yang masih ditahan karena peristiwa kaburnya dua sandera, Ryamizard tak menampik adanya resiko itu.
"Ancaman semua bisa terjadi, apapun resiko," kata dia.
Namun demikian, lanjut Ryamizard, upaya pembebasan terus dilakukan. Komunikasi dengan Filipina juga dilakukan intensif.
"Pertama, diplomasi dengan menlu, menhan, trilateral. Kedua, sikap pemerintah Fiipina ini nego-nego terus ini kalau tidak mau dilepaskan ya dibinasakan, itu juga termasuk nego, dan operasi militer terakhir,"