Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan dari Intonasi Suara Presiden

Kompas.com - 25/08/2016, 14:58 WIB

KOMPAS - Pada saat membacakan naskah pidatonya, Presiden Joko Widodo menghentikan suara sejenak, lalu melanjutkan dengan mengatakan, "... amnesti pajak." Suara Presiden sedikit menurun saat mengucapkan kata-kata itu. Lebih pelan terdengar daripada kalimat sebelumnya.

Sesaat sebelum peristiwa itu, Presiden menggoyangkan kepala dua kali, dan pada goyangan kedua Presiden melihat hadirin yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, Selasa (16/8/2016), di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Kata "amnesti pajak" itu merupakan kata pamungkas dari kalimat utuh yang berbunyi, "Selain itu, dengan dukungan penuh dari DPR, pemerintah melakukan terobosan dengan mengeluarkan aturan tentang amnesti pajak."

Peristiwa itu terjadi saat Presiden menyampaikan pidato kenegaraan memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-71 RI.

Merujuk pada video pidato kenegaraan yang dirilis Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden, adegan itu terjadi pada detik ke 2.29 hingga 2.30.

Intonasi yang lemah juga terdapat pada kata "diharapkan" saat Presiden mengucapkan, "Diharapkan basis penerimaan pajak menjadi semakin luas guna mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional."

Kalimat itu disampaikan setelah Presiden menjelaskan mengenai pengampunan pajak.

Praktisi forensik kebohongan Handoko Gani menilai ritme dan intonasi suara Presiden berbeda ketika mengucapkan kata-kata itu.

"Lebih mengalun dan lebih pelan," kata Handoko, Minggu (21/8), di Jakarta.

Menurut Handoko, mengacu pada analisis kebohongan melalui suara (voice stress analysis/VSA), ada hal-hal yang patut dikonfirmasi. VSA merupakan salah satu cara mendeteksi kejujuran ekspresi seseorang dengan menganalisis emosi suara.

Kalimat atau kata yang lemah, dipengaruhi sirkulasi darah dan akhirnya memengaruhi intensitas, frekuensi, tarikan, harmoni, maupun getaran suara.

Menurut Handoko, ada beberapa dugaan yang muncul dari kenyataan itu, seperti Presiden tidak sepenuhnya yakin bahwa dukungan DPR akan bersifat permanen.

"Kemungkinan lain, tingkat keyakinan Presiden tidak mencapai 100 persen terkait besar penerimaan dari program pengampunan pajak atau ada kekhawatiran dengan efektivitas eksekusi program itu," katanya.

Jika benar dugaan itu, sejalan dengan masih minimnya penerimaan negara dari program pengampunan pajak. Hingga Minggu (21/8) pukul 18.45, pendapatan negara dari uang tebusan program pengampunan pajak baru Rp 863 miliar. Nilai itu jauh di bawah target hingga Rp 165 triliun saat program ini berakhir.

Positif

Menanggapi analisis Handoko, anggota Tim Komunikasi Presiden Joko Widodo, Sukardi Rinakit, mengatakan cara Presiden menyampaikan pidato tidak lepas dari kondisi yang kini sedang berlangsung.

Ketika Presiden berhenti sejenak sebelum mengucapkan kata "amnesti pajak", menurut Sukardi, Presiden justru ingin memberi penekanan.

Presiden berhenti sejenak karena barangkali teringat uang tebusan wajib pajak masih minim sehingga ia perlu menekankan pentingnya program tersebut bagi keseimbangan keuangan negara. Namun, kata Sukardi, boleh-boleh saja ada orang yang mempunyai penilaian berbeda.

"Ruang untuk salah dan benar menginterpretasikan pidato Presiden sama-sama besar," katanya.

Secara terpisah, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai pidato Presiden dibingkai dengan nada positif. Hal itu terlihat dengan kalimat-kalimat yang bicara mengenai pembangunan nasional. Hamdi memaklumi hal itu karena Presiden dinilai ingin membangun optimisme rakyat.

Akan tetapi, lanjut Hamdi, tidak salah jika Presiden menyelipkan persoalan yang sedang dihadapi pemerintah saat ini sehingga masyarakat ikut merasakan kesulitan yang terjadi. Namun, porsi ini sangat kecil.

"Ini persoalan pilihan. Barangkali saat ini lebih penting membangun optimisme karena mungkin pada hari-hari ini lebih mudah melarutkan orang dalam kegamangan dan keluhan hidup," kata Hamdi.

Dalam pidato yang disampaikan di hadapan anggota DPR dan DPD itu, Presiden memfokuskan pada tiga hal, yaitu pengentasan masyarakat dari kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan dan kesenjangan sosial.

Masalah itu dapat diselesaikan dengan percepatan pembangunan infrastruktur, penyiapan kapasitas produktif dan sumber daya manusia, serta deregulasi dan debirokratisasi.

Mutsuhito Solin, pengajar bahasa pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, menggarisbawahi persoalan reformasi birokrasi yang disebut Presiden bahwa pemerintah "mendorong" terwujudnya program itu.

Kata "mendorong" pada kalimat itu seharusnya dapat diganti dengan "melaksanakan" sebab pemerintah yang menjadi subyeknya.

Momen penting

Munculnya sejumlah sorotan terhadap pidato Presiden terkait peringatan proklamasi kemerdekaan adalah hal yang wajar. Pasalnya, materi pidato tersebut ditunggu banyak kalangan. Mantan Menteri Penerangan (era Presiden Soekarno) Muhammad Yamin mengatakan pidato kenegaraan Presiden menjadi momen untuk memelihara berkobarnya api revolusi dan jiwa proklamasi. Pidato kenegaraan presiden dapat memberi api baru, memberi dorongan dan kekuatan baru bagi rakyat.

"Bung Karno telah menghantam rasa rendah diri, semangat patah dan sangsi kepada kekuatan sendiri, untuk dirombak menjadi rasa yang mampu menciptakan prestasi besar," kata M Yamin, seperti yang tertulis dalam buku berjudul Dari Proklamasi sampai Takari (tahun berdikari)" yang diterbitkan Badan Penerbit Prapantja dan ditandatangani Presiden Soekarno, 28 Agustus 1965.

Dari 21 pidato Bung Karno yang ada di buku itu, lima di antaranya disampaikan tanpa judul, yakni periode 1945-1949. Pidato pertama saat memproklamasikan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta. Pidato kemerdekaan 1946-1949 digelar di Gedung Agung Yogyakarta.

Mulai tahun 1950, Bung Karno selalu memberi judul pidatonya yang sebagian besar dilakukan di Istana Merdeka. Namun, pada 17 Agustus 1963, Bung Karno menyampaikan pidatonya di Gelora Bung Karno, Jakarta.

Saat menjabat Presiden, Soekarno selalu menyampaikan pidato peringatan proklamasi di depan rakyat, bukan wakil rakyat. Setelah itu, hingga saat ini pidato peringatan untuk memperingati hari kemerdekaan dilakukan di hadapan wakil rakyat. (ANDY RIZA HIDAYAT)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Agustus 2016, di halaman 5 dengan judul "Pesan dari Intonasi Suara Presiden".

Kompas TV Jokowi: Pertumbuhan Ini Jauh Lebih Besar dari Rata-Rata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com