JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Restorasi Gambut (BRG) tengah mengembangkan alat untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut.
Alat itu nantinya akan digunakan untuk mengukur tingkat kekeringan lahan gambut.
"Jadi alat itu ditanam di dalam tanah. Dia akan mengukur naik turunnya air muka di permukaan gambut, mencatat kekeringan dan kebasahan gambut," kata Kepala BRG Nazir Foead di Kantor Wapres, Rabu (24/8/2016).
Ia menjelaskan, alat itu akan bertugas sebagai early warning system atau peringatan dini untuk mendeteksi potensi terjadinya kebakaran lahan.
Adapun sistem kerja yang akan dilakukan yaitu dengan menggabungkan hasil analisa cuaca yang dilakukan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika.
"Misalnya, di spot ini gambutnya sudah sangat kering, BMKG bilang dua minggu ke depan tidak ada hujan, maka harus segera digelar (diatasi) supaya tidak ada api," ujarnya.
Lahan gambut yang kering, menurut dia, merupakan bahan bakar sempurna untuk membuat untuk membuat sebuah kebakaran besar. Untuk itu dibutuhkan sistem yang mampu mencegah kebakaran dini.
Sementara itu, terkait musibah kebakaran yang kembali terjadi di Sumatera saat ini, menurut dia, hal itu tidak terlepas dari dampak El Nino yang muncul sejak tahun lalu.
"El Nino-nya tidak selesai di November 2015, tapi sampai April 2016. Jadi ada empat bulan kita di El Nino," ujarnya.
Meski begitu, Nazir menambahkan, terjadi penurunan drastis jumlah titik api mencapai 75 persen.
Kendati demikian, penurunan itu tetap harus diantisipasi agar jumlah titik api tidak bertambah banyak. Terlebih, musim kemarau diprediksi masih akan berlangsung hingga September mendatang.
"Makanya dibuat (kondisi) darurat dan sudah enam provinsi. Itu lebih membantu mobilisiasi sumber daya dari BNPB," ujarnya.
"Kalau dari dareah itu lebih banyak sumber daya logistik yang diberikan untuk mencegah lebih jauh atau mengatasi lebih cepat," kata dia.