JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menyerap aspirasi budayawan dalam pertemuannya di Galeri Nasional, Selasa (23/8/2016) sore.
Poin penting yang didapat dari para budayawan adalah pembangunan kebudayaan dan kebangsaan tidak boleh dikesampingkan dari pembangunan fisik negara.
"Apapun, harus ada keseimbangan antara infrastruktur keras dengan yang tidak keras," ujar Jokowi setelah pertemuan.
"Jangan kita terus-terusan bicara masalah ekonomi, politik, kita lupa ada sisi budaya yang harus kita perhatikan sehingga harus ada kebijakan makro kebudayaan Indonesia," kata dia.
Jokowi sepakat, para budayawan turut membantu menyusun grand design pembangunan kebudayaan di Indonesia untuk jangka panjang tersebut.
Contoh konkretnya, menumbuhkan kesusastraan di kalangan muda, menguatkan diplomasi budaya, membangun pusat-pusat kebudayaan hingga ke daerah dan lain-lain.
Jokowi prihatin kurang optimalnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan di penjuru daerah. Infrastruktur itulah yang seharusnya dibangun serta dikembangkan. "
Saya kira nanti banyak sekali kebijakan makro dari kebudayaan kita dalam rangka proses pembudayaan manusia yang kami rumuskan," ujar Jokowi.
Pertemuan antara Jokowi dan para budayawan itu dimulai sekitar pukul 16.10 WIB. Acara yang berlangsung secara tertutup itu selesai pukul 17.50 WIB.
Budayawan yang tercatat hadir, antara lain Arswendo Atmowiloto, Sri Edi Swasono, Jim Supangkat, Frans Magnis Suseno, Susanto Mendut, Al-Azhar, Teuku Kemal Fasya, Garin Nugroho, Djaduk Ferianto, Acep Panca Dahana, dan Mudji Sutrisno.