JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar bertemu Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso sekitar 2,5 jam di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (23/8/2016).
Kepada wartawan, Haris mengatakan, pertemuan ini membahas perkembangan kasus dugaan keterlibatan aparat penegak hukum dalam bisnis narkotika Freedy Budiman, terpidana kasus narkotika yang sudah dieksekusi mati.
Menurut Haris, beberapa poin diungkapkannya kepada Budi Waseso, salah satunya usulan kepada Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim gabungan. Selain itu juga menyodorkan sejumlah informasi ke BNN.
"Jadi sebetulnya menunaikan janji lama, sekaligus meng-update perkembangan masing-masing. Pak Budi Waseso tadi memberikan perkembangan. Bagaimana di internal, kedua saya kasih update," kata Haris di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, seperti dikutip Tribunnews.com.
(baca: John Kei Membenarkan Pernyataan Freddy Budiman kepada Haris Azhar)
Haris mengaku, belum bisa maksimal memberikan informasi kepada BNN. Ia khawatir dengan perlindungan saksi jika membongkar jaringan narkoba yang melibatkan aparat penegak hukum.
"Saya juga memberikan alasan kenapa belum bisa terlalu full (penuh) bekerjasama dengan BNN. Karena ada satu dua hal yang kami masih prihatin, terutama soal perlindungan saksi terkait upaya membongkar sesuai keterangan Freddy budiman," katanya.
Masalah ini mencuat setelah Haris mengungkap informasi yang diterimanya dari Freddy.
Kepada Haris, Freddy menyebut adanya keterlibatan oknum pejabat BNN, Polri, TNI, serta Bea dan Cukai dalam peredaran narkoba.
(Baca: Haris Azhar: Polri, BNN, dan TNI Tak Perlu Marah)
Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanya operator penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris, mengulangi cerita Freddy.
(Baca: Haris Azhar: Kalau Saya Tulis Semua yang Diceritakan Freddy Bikin Sakit Hati)
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000 sehingga ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
Seusai menyampaikan cerita itu, Haris dilaporkan polisi, TNI, dan BNN ke Bareskrim Polri, Selasa (2/8/2016). Ketiga lembaga itu melaporkan Haris dengan tuduhan pencemaran nama baik. (Wahyu Aji)