Aksi teror terbesar, yakni tercatat Bom Bali I 2002. Aksi itu menggunakan satu ton bahan peledak sehingga menewaskan ratusan orang.
Namun, jika dilihat serangan teror terakhir, yakni bom di Mapolres Surakarta, kualitasnya sangat jauh berbeda dengan Bom Bali.
Kekuatan bom di Surakarta sangat kecil dan hanya menewaskan si pelaku sendiri. Bahkan, pot bunga yang berada dekat lokasi kejadian tidak mengalami kerusakan.
(Baca: Kapolri: Pelaku Bom Bunuh Diri di Mapolresta Solo Bukan Pemain Tunggal)
Ironisnya lagi, pelaku disebut-sebut mengincar apel Polisi yang dilakukan setiap pukul 08.00 WIB. Namun, pelaku beraksi dua puluh menit lebih awal. Hal ini yang menurut Sholahudin menunjukkan betapa lemahnya survei pelaku terhadap sasarannya.
"Kasihannya lagi, nomor rangka motor tidak dihapus dan dia satu-satunya pelaku yang bawa KTP. Untung dia enggak sekalian bawa surat nikah dan KK. Sehingga ini dengan mudah teridentifikasi," ujar Sholahudin.
Dengan kondisi saat ini, dia berharap dijadikan momentum pemerintah mengebut program deradikalisasi dan kontraterorisme untuk benar-benar membersihkan Indonesia dari gerakan ekstremis dan radikalisme.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.