JAKARTA, KOMPAS.com - Doddy Aryanto Supeno, asisten mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro, diduga sering mengantar uang kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurachman.
Hal tersebut diceritakan sopir Doddy bernama Darmadji. Darmadji sedianya hadir sebagai saksi persidangan oleh jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (22/8/2016).
Darmadji akan memberi keterangan untuk terdakwa Doddy Aryanto Supeno, namun Darmadji tidak datang memenuhi pemanggilan Jaksa.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jaksa KPK akhirnya membacakan beberapa poin dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Darmadji selama diperiksa di KPK.
(Baca: Nurhadi Mengaku Dekat dengan Eddy Sindoro sejak Lama)
"Saya kenal Doddy Aryanto Supeno sebagai majikan saya yang bekerja sebagai asisten pribadi Eddy Sindoro, petinggi di Lippo Group," ujar Jaksa Fitroh Rohcayanto saat membacakan BAP milik Darmadji di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
"Sepengetahuan saya, Doddy adalah orang kepercayaan Eddy yang sering menemui beberapa pejabat dan pengacara, antara lain Nurhadi Sekretaris MA, Yuddy Chrisnandi Menpan RB, dan Nusron Wahid," kata Fitroh melanjutkan BAP milik Darmadji.
Dalam poin-poin selanjutnya, Darmadji mengakui bahwa ia sering diperintahkan untuk mengantar Doddy untuk menuju ke kediaman Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ia menduga, Doddy menyerahkan uang kepada Nurhadi.
"Saya sering mengantar Doddy yang membawa tas yang saya duga berisi uang, yang biasa disebut Doddy sebagai operasional kantor Lippo, sebagai barang kepada Nurhadi. Doddy bekerja di Menara Matahari, Lippo Karawaci, dan memiliki staf Darminsyah," ujar Jaksa saat membaca BAP Darmadji.
Selanjutnya, dalam BAP di poin 14, Darmadji menceritakan kepada penyidik KPK bahwa ia sebenarnya sudah lama ingin melaporkan kepada KPK mengenai seringnya Doddy mengantarkan uang kepada Nurhadi.
"Bahwa saya sejak 2015 sudah mau melaporkan ke KPK terkait seringnya Doddy mengirimkan barang yang saya duga uang ke rumah Nurhadi, yang saat itu saya tahu sebagai Sekretaris MA, karena banyak pemberitaan seputar dirinya dan pernikahan anaknya," kata Darmadji dalam BAP yang dibacakan Jaksa KPK.
Di awal persidangan, Doddy sempat menyatakan menolak permintaan Jaksa KPK untuk membaca BAP milik Darmadji.
Namun, Ketua Majelis Hakim akhirnya tetap memperbolehkan Jaksa membacakan BAP, karena sesuai dengan KUHAP.
Nurhadi diduga terlibat dalam kasus suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam fakta persidangan, Nurhadi diduga ikut mengatur perkara hukum sejumlah perusahaan yang berada di bawah Lippo Group.
Saat dilakukan penggeledahan di kediaman kediaman milik Nurhadi, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan uang sebesar Rp1,7 miliar dalam pecahan berbagai mata uang asing.
Penyidik juga menemukan adanya sejumlah dokumen dalam keadaan sobek dan sudah berada di kloset. Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah uang di kloset. Dalam kasus ini, Doddy didakwa memberi suap sebesar Rp150 juta kepada Edy Nasution.
Ada pun, uang suap sebesar Rp150 juta tersebut diberikan agar panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).
(Baca: Nurhadi Akui Diminta Eddy Sindoro Urus Perkara Lippo Group)
Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang. Doddy didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro.
Awalnya, Lippo Group menghadapi beberapa perkara hukum, sehingga Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara.
Eddy Sindoro juga menugaskan Doddy untuk melakukan penyerahan dokumen maupun uang kepada pihak-pihak lain yang terkait perkara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.