JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengakui perlindungan WNI di luar negeri merupakan tantangan terbesar yang dihadapi diplomasi Indonesia. Situasi global yang tak selamanya damai membuat pemerintah harus selalu sigap dan tetap memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri.
Lebih lanjut, Retno menjelaskan, situasi dunia yang tidak selalu stabil dan damai akan berdampak pada keamanan WNI yang ada di luar negeri.
"Oleh karena itu, dari waktu ke waktu kita sangat menyadari pentingnya pelaksanaan perlindungan WNI bagi kelangsungan politik luar negeri karena banyak sekali yang banyak tinggal di luar negeri yang memerlukan bantuan pemerintah terutama yang sedang mengalami masalah hukum," kata dia.
Retno mencontohkan evakuasi WNI dari Yaman saat terjadi konflik internal pada 2015 lalu, yang berhasil memulangkan ribuan WNI ke Indonesia.
"Pemerintah Indonesia berhasil mengevakuasi ribuan WNI dari Yaman, dan itu merupakan satu dari operasi terbesar yang pernah dilakukan Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan instansi lainnya," kata dia.
Untuk tantangan perlindungan WNI saat ini, Retno menuturkan, pemerintah tengah berupaya keras membebaskan delapan WNI yang masih disandera kelompok bersenjata di selatan Filipina sejak Juni 2016.
Menlu mengatakan semua kementerian dan lembaga terkait, yakni Kemlu, kementerian pertahanan, TNI, dan Badan Intelijen Negara tengah bekerja di bawah koordinasi Pusat Krisis yang dipimpin Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.
"Upaya ini betul-betul memerlukan konsentrasi dan upaya sangat tinggi karena, sekali lagi, lokus tidak ada di kita, tapi ada di negara lain, dan yang kedua, situasi di lapangan sangat dinamis," kata Marsudi.
Upaya pembebasan sandera WNI dari kelompok bersenjata di selatan Filipina menemukan sedikit titik terang setelah dua ABK bernama Muhammad Sofyan pada 17 Agustus, dan Ismail pada 18 Agustus, berhasil bebas dan diselamatkan ke Kota Zamboanga, Filipina.
Ismail dan Muhammad Sofyan adalah dua WNI dari tujuh ABK Tugboat Charles yang dibajak kelompok bersenjata di perairan Sulu, selatan Filipina pada 20 Juni 2016.
Berikut nama-nama ABK Charles yang masih disandera, Ferry Arifin, Muh Mahbrur Dahri, Edi Suryono, Muhammad Nasir, dan Robin Piter.