Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikmahanto: Jangan Semua WNI Berprestasi Ditarik ke Indonesia

Kompas.com - 19/08/2016, 20:04 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah sedang berupaya menarik kembali warga Indonesia yang berprestasi untuk bekerja di Indonesia. Presiden Jokowi menyebut orang berprestasi di Indonesia belum dihargai secara penuh.

Menanggapi hal itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai tidak semua orang berprestasi harus ditarik kembali ke Indonesia. Kata dia, sebelum menarik kembali pemerintah dapat melakukan pengecekan status kewarganegaraan.

"Kalau dibutuhkan silakan tapi harus dilihat dulu apakah mereka WNA atau bukan untuk menduduki pejabat publik," kata Hikmahanto dalam suatu diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (19/8/2016).

(Baca: Jokowi Ajak 24 Profesor Indonesia di AS untuk Bangun Papua)

Hikmahanto menuturkan, WNI yang memiliki kemampuan tinggi tidak harus ditempatkan pada posisi strategis seperti menteri negara. Ia menilai tidak semua orang pintar dalam melakukan manajemen di pemerintahan meski pandai di laboratorium.

"Apa yang ditawarkan pemerintah dan apa yang harus mereka lakukan. Kalau pemerintah tidak bisa berikan sarana, fasilitas, untuk meneliti lebih baik jangan," ucap Hikmahanto.

Menurut dia, WNI berprestasi dapat membantu Indonesia dari luar negeri. WNI berprestasi dapat membesarkan nama Indonesia dan membuat pemerintah bangga.

"Jangan berpikir ke dalam terus. Biarkan anak bangsa berkiprah di luar negeri. Bantu Indonesia dari luar negeri. Membuka lapangan kerja dari produk Indonesia, diserap di luar negeri. Jangan dibawa semua, nanti di dalam negeri merasa tersaingi," ujar Hikmahanto.

(Baca: Jokowi: Kita Harusnya Hargai Orang Berprestasi, Bukan Gaduh Terus)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menilai, orang-orang berprestasi yang ada di Indonesia saat ini belum dihargai sepenuhnya. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang justru bekerja di luar negeri.

"Kita harusnya hargai orang yang berprestasi. Kita harus mulai beri penghargaan ke orang yang mau kerja keras. Bukan gaduh terus," kata Jokowi saat menerima ratusan teladan nasional di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2016).

Jokowi menyebut, di Amerika Serikat setidaknya ada 74 profesor yang berasal dari Indonesia. Di Silicon Valley, lanjut dia, ada ratusan orang Indonesia yang bekerja untuk berbagai perusahaan teknologi di negeri Paman Sam tersebut. Jumlah itu belum termasuk yang bekerja di negara lain sepeti Jepang, Korea dan Jerman.

Kompas TV Presiden: Jangan Buat Kegaduhan Soal Arcandra
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com