JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melangkah perlahan memasuki salah satu ruangan di sebuah rumah berasitektur Belanda yang terletak di Jalan Cikini Raya Nomor 80 Jakarta Pusat.
Tidak banyak perabot dalam ruangan itu. Hanya ada beberapa rak buku, lukisan tua, lemari kayu kuno, dan sebuah meja kerja yang di atasnya terdapat mesin ketik.
Retno sempat melemparkan pandangan ke seluruh sudut ruangan sebelum duduk di belakang meja kerja itu.
"Saya terharu, rasanya ingin menangis. Secara khusus saya memang menginginkan peringatan ulang tahun Kementerian Luar Negeri RI ini diperingati di kediaman bapak Achmad Soebardjo," ujar Retno kepada seluruh staf Kementerian Luar Negeri dan wartawan yang berada di dalam ruangan.
Ruangan itu merupakan ruang kerja milik Ahmad Subardjo, Menteri Luar Negeri pertama Republik Indonesia.
Menurut Retno, dari ruang kerja itulah sejarah politik luar negeri Indonesia bermula. Setelah duduk, Retno sempat menceritakan secara singkat sejarah berdirinya Kementerian Luar Negeri yang sedang merayakan HUT ke-71.
Setelah Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, Subardjo ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri pada 19 Agustus 1945.
Subardjo harus menghadapi kondisi serba terbatas dalam menjalankan tugasnya sebab dia tidak mempunyai kantor, pegawai dan alat-alat kantor.
Subardjo mulai pekerjaan dengan tangan kosong. Subardjo mengubah rumah pribadinya di kawasan Cikini menjadi kantor pertama Kementerian Luar Negeri dan merekrut 10 orang sebagai pegawainya.
"Selain sebagai rumah tinggal, rumah ini juga menjadi kantor pertama Kementerian Luar Negeri. Jadi memang ini rumah yang sangat bersejarah bagi perjuangan diplomasi Indonesia. Merupakan saksi awal berdirinya kementerian luar negeri," kata Retno.
Untuk merekrut pegawai, Subardjo memasang iklan di harian Asia Raya berbunyi “Siapakah yang ingin menjadi pegawai Departemen Luar Negeri?”
Dalam hitungan hari sepuluh orang bergabung. Lima orang dia jadikan sekretaris dan lima lainnya dia serahi tugas-tugas administratif.
"Soebardjo melakukan proses rekrutmen untuk mencari staf yang dapat membantu. Dalam satu hari dia mendapatkan 10 orang yang mau mendaftarkan diri sebagai staf," tuturnya.
Pengakuan internasional
Sebagai negara yang baru lahir, masalah pengakuan internasional menjadi prioritas yang harus segera dipecahkan.
Tanpa adanya pengakuan dari masyarakat internasional, Indonesia tidak akan pernah bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Maka tugas pertama Subardjo adalah menyebarkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai kemerdekaan Indonesia kepada negara-negara lain.
"Langkah diplomasi Indonesia merdeka dimulai dari rumah ini. Tugas pertama bapak Achmad Soebardjo saat itu mendapatkan pengakuan dan dukungan untuk Indonesia. Tentunya informasi kemerdekaan disampaikan seluasnya kepada seluruh negara di dunia," kata Retno.
Rumah di Jalan Cikini Raya itu hingga kini masih berdiri, dengan luas bangunan induk mencapai 550 meter persegi dan tanah 3000 meter persegi.
Di rumah itu juga pernah dijamu nama-nama besar dalam sejarah Indonesia antara lain Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka.
"Kontribusi Achmad Soebardjo memberikan inspirasi bagi generasi penerus dan mengajarkan pentingnya ide sebagai pondasi berdirinya RI," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.