Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghapusan Syarat "Justice Collabolator" Dianggap Bisa Menghapus Upaya Suap

Kompas.com - 15/08/2016, 16:20 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan ketentuan Justice Collaborator (JC) sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika dalam revisi PP No 99/2012 dinilai tidak bakal serta merta mempermudah pemberian remisi.

Justru sebaliknya, penghapusan JC dianggap menutup peluang suap.

Peneliti dari Center Decention Studies, Ali Aranoval menyatakan, keharusan menjadi JC agar mendapat remisi, kata dia, bisa jadi menciptakan korupsi baru. Terpidana bisa menyuap aparat agar disetujui untuk menjadi JC.  

"Hal ini penting supaya tidak membuka peluang korupsi baru lewat pemberian remisi oleh narapidana tindak pidana korupsi di lembaga pemasyarakatan," ujar Ali di Jakarta, Senin (15/8/2016).

(Baca: Soal Wacana Permudah Remisi Koruptor, Wapres Minta Masyarakat Lihat dari Kacamata Kemanusiaan)

Ali menyebutkan bahwa penghapusan JC sebagai syarat pemberian remisi juga tidak menjamin memberikan keringanan terhadap narapidana tindak pidana korupsi.

"Dalam substansi, revisi PP No 99/2012 ini lebih berat. Para koruptor dan narapidana khusus lainnya setelah menjalani sepertiga tahun masa hukuman ia baru boleh diberikan remisi. PP No. 99/2012 kemarin kan enam bulan ia sedang menjalani (hukuman), kemudian dia dapat JC, bisa dia dapat remisi. Kalau sekarang kan harus menunggu sepertiga masa hukuman," tambah Ali.

Selain itu, syarat wajib bayar denda atau uang pengganti dalam revisi PP No. 99/2012 dinilainya cukup memberatkan pelaku tindak pidana korupsi.

"Kalau pelaku sudah menjalankan sepertiga masa tahanan, namun belum membayar denda, dia tidak akan mendapatkan remisi," lanjut Ali.

Menurut Ali, JC harus tetap ada namun diatur dalam PP lain, seperti revisi PP No. 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.

"Pemerintah harus mengatur JC ini secara tepat untuk kepentingan pemberantasan korupsi. Saat ini, ketentuan JC masih secara umum diatur dalam UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4/2011," katanya.

Dikutip dari Kompas, Rabu (10/8/2016), Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat.

(Baca: Revisi PP Remisi Dianggap Jadi "Karpet Merah" Koruptor, Ini Penjelasan Menteri Yasonna)

Di sisi lain, pelaksanaan justice collaborator (JC) selama ini justru dimanfaatkan oknum penegak hukum yang tidak taat prosedur.

"Status JC tidak jarang menjadi komoditas yang diperjualbelikan," katanya.

Mengenai napi korupsi, Dusak beranggapan, penegakan hukum terhadap koruptor seharusnya selesai di pengadilan, sebab di sana ada jaksa yang menuntut dan hakim yang memvonis. Adapun peran LP adalah memasyarakatkan kembali para terhukum.

Di sisi lain, beban lapas yang berat karena jumlah napi yang kini mencapai lebih dari 180.000 orang harus segera diatasi.

"Pemudahan remisi dimaksudkan untuk mengurangi beban LP. Sejak adanya PP No 99/2012, sekitar 65.000 napi narkotika tidak bisa mendapatkan remisi. Dalam kondisi semacam ini, pemasyarakatan tidak mampu menampung mereka dengan layak," ujar Dusak.

Kompas TV 319 Narapidana Mendapat Remisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com