Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Vaksin Palsu di Harapan Bunda Belum Dapat Jaminan Hak Sehat

Kompas.com - 13/08/2016, 14:37 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menuntut kepastian hukum terkait hak atas kesehatan.

Pasalnya, empat minggu sejak kasus vaksin palsu terungkap, pemberian jaminan kesehatan oleh negara dan korporasi pada korban belum juga dilakukan secara adil, tuntas dan menyeluruh.

Koordinator Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu, August Siregar, mengatakan bahwa pihak rumah sakit Harapan Bunda belum memiliki kemauan untuk menanggung biaya medical check up bagi anak-anam mereka.

Harapan Bunda adalah satu dari 14 rumah sakit yang dirilis pemerintah menggunakan vaksin palsu. 

Tuntutan lain dari keluarga korban seperti pemberian daftar nama pasien korban vaksin palsu dari 2003-2016, pembiayaan medical check up, pemberian vaksin ulang dan tanggung jawab segala akibat dari vaksin palsu.

Selain itu, pemberian asuransi kesehatan bagi anak yang sudah lewat usia vaksinasi tidak diakomodiasi oleh pihak RS.

"Belum ada itikad baik dari RS Harapan Bunda. Kami sudah minta mediasi ke Ombudsman dan KPAI, tapi RS terkesan lari dari tanggung jawab. Mereka bilang yang jadi tersangka adalah dokter, bukan pihak manajemen RS," ujar August saat memberikan keterangan di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/8/2016).

August menuturkan, beberapa waktu lalu pihak RS mengakui telah memberikan vaksin palsu kepada 44 anak, namun itu tidak dipublikasi.

Menurutnya, pihak keluarga hanya diberitahukan oleh pihak RS melalui pesan singkat. RS Harapan Bunda belum pernah mengeluarkan daftar resmi korban vaksin palsu.

Pihak RS pun, kata August, masih akan mempertimbangkan terkait pemberian medical check up secara gratis kepada korban vaksin palsu.

Selain itu pihak korban pun mengaku kesulitan untuk mendapatkan ringkasan rekam medis dari rumah sakit. RS Harapan Bunda mengaku dilarang oleh Satgas Vaksin Palsu untuk mengeluarkan catatan tersebut.

"Secara hukum, pihak manajemen RS seharusnya bertanggungjawab. Tujuan dari RS kan bertanggng jawab dalam hal penanganan medis," ungkap August.

Pengacara publik YLBHI Wahyu Nandang mengatakan negara belum sepenuhnya hadir memberikan jaminan pada seluruh korban.

Terbukti pemerintah tidak menindak tegas RS sebagai korporasi yang lalai dalam pengadaan vaksin. Di sisi lain, sebagai korporasi pihak RS belum ada itikad baik untuk bertanggungjawab kepada pasien.

"Pihak RS maupun Pemerintah harus menjamin ketersediaan jaminan perlindungan dalam pemulihan hak-hak korban terkait kasus vaksin palsu, terutama setelah berbagai langkah advokasi dilakukan," ujar Wahyu.

Terkait persoalan ringkasan rekam medis, Wahyu menjelaskan, di dalam pasal 52 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan pasal 10 ayat 2 huruf c

Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang rekam medis disebutkan bahwa resume rekam medis merupakan milik pasien dan dapat diminta oleh pasien atau kuasanya.

Kompas TV Menko PMK Gelar Rakor Penanganan Vaksin Palsu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com