JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana diminta kembali mengkaji data terkait jumlah penghuni lapas sebelum melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur soal pemberian remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa.
Kajian mendalam perlu dilakukan lantaran pemerintah beralasan revisi PP tersebut karena kondisi lapas yang sudah penuh. Gandjar menilai revisi PP sama saja memberi kemudahan bagi koruptor mendapat remisi.
"Berapa sih jumlah napi narkotika, terorisme, koruptor di dalam sana (lapas). Kalaupun penuh karena kejahatan narkotika. Itu datanya mereka yang keluarin," ujar Gandjar saat dihubungi, Jumat (12/8/2016).
Gandjar mengatakan, saat ini orang-orang yang berada di dalam lapas itu kebanyakan terlibat kasus narkoba. Itu pun, kata dia, kebanyakan bukanlah bandar atau pengedar melainkan pemakai.
(Baca: Rencana Pemerintah Hilangkan "Justice Collaborator" sebagai Syarat Remisi Koruptor Merugikan Negara)
"80 persen yang dipenjarakan itu pengguna dan pecandu, bukan pengedar dan bandar. Jadi, mereka, penegak hukum sudah salah menerapkan hukum, ya wajar saja (lapas) penuh," kata dia.
Menurut Gandjar, bukan alasan yang tepat jika pemerintah merevisi PP itu lantaran lapas penuh. Pasalnya, dengan merevisi PP tersebut jelas memudahkan remisi bagi narapidana khususnya korupsi.
"Kalau alasannya cuma gara-gara lapas penuh ya sudah keluarin saja sekalian, kasih saja remisi, 10 hari masuk penjara lalu keluarin," kata dia.
Dikutip dari Kompas, Rabu (10/8/2016), Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat.
(Baca: Revisi PP Remisi Dianggap Jadi "Karpet Merah" Koruptor, Ini Penjelasan Menteri Yasonna)
Di sisi lain, pelaksanaan justice collaborator (JC) selama ini justru dimanfaatkan oknum penegak hukum yang tidak taat prosedur.
"Status JC tidak jarang menjadi komoditas yang diperjualbelikan," katanya.
Mengenai napi korupsi, Dusak beranggapan, penegakan hukum terhadap koruptor seharusnya selesai di pengadilan, sebab di sana ada jaksa yang menuntut dan hakim yang memvonis. Adapun peran LP adalah memasyarakatkan kembali para terhukum.
Di sisi lain, beban lapas yang berat karena jumlah napi yang kini mencapai lebih dari 180.000 orang harus segera diatasi.
"Pemudahan remisi dimaksudkan untuk mengurangi beban LP. Sejak adanya PP No 99/2012, sekitar 65.000 napi narkotika tidak bisa mendapatkan remisi. Dalam kondisi semacam ini, pemasyarakatan tidak mampu menampung mereka dengan layak," ujar Dusak.