Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arus Pelangi Catat 142 Serangan terhadap LGBT pada Awal Tahun Ini

Kompas.com - 11/08/2016, 20:58 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hak-hak kelompok minoritas lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) di Indonesia telah mengalami serangan yang masif sejak awal tahun ini.

Serangkaian pernyataan dilontarkan pejabat pemerintah telah berkembang menjadi riak ancaman dan kebencian terhadap kelompok LGBT di Indonesia.

Hal itu dilontarkan peneliti sekaligus aktivis hak asasi manusia (HAM) dari Arus Pelangi, Yuli Rustinawati. Menurut dia, sejak Januari hingga Maret 2016, terdapat 142 kasus penangkapan, penyerangan, diskriminasi, pengusiran, dan ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok LGBT. 

"Kami lakukan monitoring di 10 kota. Ada 142 peristiwa diskriminasi terhadap kelompok LGBT mulai Januari hingga Maret, yang paling tinggi kasus ujaran kebencian," ujar Yuli saat ditemui di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2016).

Sementara itu, menurut Yuli, pada tahun 2013 tercatat 89,3 persen dari seluruh jumlah LGBT yang ada di Indonesia mengalami kekerasan psikis, fisik, dan budaya.

Yuli mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Arus Pelangi, diketahui bahwa pelaku ujaran kebencian mayoritas adakah aparat negara yang kemudian membuat legitimasi kepada organisasi intoleran melakukan kekerasan kepada kelompok LGBT.

"Dampaknya, diskriminasi yang cukup besar berupa kekerasan psikis dan fisik," kata Yuli.

Yuli menuturkan, di Jakarta ada satu kasus di mana sekelompok waria diusir dari tempat tinggalnya oleh kelompok intoleran.

Kelompok intoleran tersebut mengirim surat kepada pemilik rumah kos dengan alasan waria tersebut adalah pekerja seks komersial dan menyebarkan penyakit.

Selain itu, kata Yuli, ada kasus di mana sebuah puskesmas tidak mau menerima pasien waria. Bahkan, menurut Yuli, beberapa kelompok intoleran memiliki daftar nama yang diindikasikan dalam kelompok LGBT.

"LGBT mulai dianggap sebagai kelompok yang berbahaya. Pemenuhan HAM LGBT masih jauh dari harapan," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, akademisi Universitas Airlangga dan aktivis LGBT dari Gaya Nusantara, Dede Oetomo, menilai kekerasan terhadap kelompok LGBT mulai meningkat pasca runtuhnya Orde Baru.

Dia melihat hal tersebut sebagai sebuah kemunduran Pemerintah Indonesia dalam hal pemenuhan hak asasi manusia kelompok LGBT. Kemunduran itu pun memberikan dampak yang negatif di masyarakat.

Menurut dia, masyarakat Indonesia saat ini tidak bisa menerima keberagaman dan perbedaan, termasuk dalam hal perbedaan seksualitas. "Masyarakat Indonesia saat ini tidak bisa menerima kebinekaan. Orang yang berbeda diganggu dan didiskriminasi," ujar Dede.

Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron menambahkan bahwa negara seharusnya hadir dalam merawat keberagaman. Negara tidak bisa memaksakan nilai moralitas dalam sistem pemerintahan sebagai negara modern karena ada fakta masyarakat Indonesia yang beragam.

"Nasionalisme kita itu berbasis pada humanisme, bukan chauvinistik tidak mendasarkan pada agama tertentu," ungkap Nurkhoiron.

Kompas TV Bedah Peristiwa - Perilaku Banci Dilarang di TV (Bag. 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com