Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daoed Joesoef, Kontroversi NKK/BKK, dan Beda Pendapatnya dengan Soeharto...

Kompas.com - 08/08/2016, 15:33 WIB
Bayu Galih

Penulis

Penjelasan Daoed Joesoef

Daoed Joesoef pernah menjelaskan mengenai tujuan dari berlakunya NKK/BKK dalam tulisan "Normalisasi Kehidupan Kampus", yang juga dimuat Harian Kompas terbitan 20 April 1979.

Dalam uraian itu, Daoed menilai bahwa manusia memiliki esensi tanggung jawab, antara lain untuk memelihara kesatuan dan persatuan; mengembangkan kepribadian yang sehat; berpikir analisis dan sintesis; memelihara dan mengembangkan Demokrasi Pancasila; serta  serta mengembangkan nilai-nilai budaya yang luhur.

Daoed mengkritik aktivitas politik mahasiswa yang dinilai tidak membangkitkan kekuatan penalaran individu. Mahasiswa tidak lagi mengembangkan kemampuan berpikir analisis dan sintetis.

"Dengan begini berarti bahwa mahasiswa pada hakikatnya bukanlah "manusia rapat umum" (man of public meeting), tetapi manusia penganalisa (man of analysis)," tulis Daoed.

Pernyataan sama juga dikemukakan Daoed Joesoef, di usianya yang ke-90. Dalam wawancara kepada Harian Kompas yang terbit hari ini, Daoed menilai NKK/BKK merupakan upaya untuk mengembalikan kampus sebagai komunitas intelektual.

"Silakan mengkaji politik, tapi tidak untuk berpolitik praktis. Masa itu, kampus sangat riuh dengan kegiatan politik dan rawan ditunggangi. Lalu kapan mahasiswa belajar dengan baik?," dikutip dari Harian Kompas, Senin (8/8/2016).

Beda pendapat dengan Soeharto

Saat menjabat sebagai Mendikbud, Daoed Joeseof mengaku diberi kebebasan oleh Soeharto. "Tidak perlu sedikit-sedikit minta petunjuk," ucapnya.

Bahkan di akhir masa periode jabatan, Depdikbud tercatat mendapat anggaran paling besar, hinga Rp 1,3 triliun. Ini menjadikan kebijakan pendidikan saat itu adalah membangun sekolah inpres di mana-mana.

Namun, ini tidak menjadikan sifat kritis Daoed Joesoef terhadap Soeharto hilang. Pada 1981 Daoed Joesoef pun berbeda pendapat dengan Soeharto.

Ini disebabkan lulusan S3 Ilmu Ekonomi di Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis itu menilai pembangunan berbasis teknokrat sebagai kebijakan yang salah.

"Itu berdasarkan konsep Bank Dunia yang menganggap Indonesia sebagai peminjam dana. Pembangunan seperti itu akan rontok di kemudian hari. Negara tidak bisa dibangun hanya lewat ekonomi," ucapnya.

Menurut Daoed, pembangunan nasional tidak sama dengan pembangunan ekonomi. Asumsi pembangunan ekonomi dianggap seperti air pasang di laut yang mengangkat semua kapal.

"Padahal, pembangunan nasional tidak seperti itu, ada yang tertinggi dan terendah," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com