JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani didakwa merugikan negara sebesar Rp 116 miliar.
Ruslan diduga melakukan tindak pidana korupsi pada pembangunan Dermaga Bongkar Sabang (lanjutan) pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Tahun Anggaran (TA) 2011.
"Terdakwa telah melakukan pengaturan dalam proses Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang," ujar Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Menurut Jaksa, Ruslan bersama-sama dengan terdakwa lainnya mengarahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan untuk melaksanakan pengadaan dengan metode penunjukan langsung.
(Baca: Berkas Penyidikan Selesai, Bupati Bener Meriah Segera Diadili)
Kemudian, memerintahkan PPK untuk membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan harga yang telah di gelembungkan (mark up).
Selain itu, Ruslan menerima sejumlah uang dari kontraktor pelaksana pekerjaan. Segala hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kasus ini terjadi saat Ruslan masih menjabat sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), tahun 2010-2011. Ruslan diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5,3 miliar.
Kasus ini bermula saat Ruslan mengusulkan anggaran pembangunan Dermaga Bongkar. Kemudian, pada 2011, disetujui pagu anggaran sebesar Rp263 miliar. Dermaga Bongkar telah dibangun sejak 2004-2010.
Meski anggarannya single year, setiap tahunnya proyek pembangunan selalu dilakukan oleh kontraktor yang sama, yakni PT Nindya Karya bekerja sama dengan PT Tuah Sejati.
Terpilihnya kontraktor tersebut atas penunjukan langsung BPKS. Ruslan bahkan meminta PPK untuk membuat telaah yang pada intinya telaah itu mengusulkan bahwa lelang pembangunan dapat diganti dengan penunjukan langsung.
Ruslan kemudian meminta analisa teknis tentang kelanjutan pembangunan Dermaga Bongkar Sabang kepada PT Ecoplan Rekabumi Interconsult. Staf ahli PT Ecoplan, Ananta Sofwan kemudian membuat perhitungan biaya estimasi untuk pembangunan Dermaga yang harganya sudah digelembungkan (mark up), yakni sebesar Rp 264 miliar.
Analisis tersebut kemudian dijadikan dasar PPK untuk menyusun harga perkiraan. Setelah melaksanakan pekerjaannya, PT Nindya Sejati kemudian melakukan penagihan pembayaran termin proyek kepada BPKS, sehingga Nindya Sejati telah menerima pembayaran uang muka dan tujuh kali termin pembayaran dari BPKS, yang jumlahnya Rp 262 miliar.
(Baca: Bupati Bener Meriah Ditahan KPK, Wakilnya Baru Tahu lewat TV)
"Bahwa dari jumlah pembayaran di atas, uang yang benar-benar digunakan PT Nindya Sejati (biaya rill) hanya Rp147 miliar, yang digunakan untuk biaya operasional, pembelian material ke supplier dan pembayaran subkontraktor," kata Jaksa.
Setelah proses pencairan termin, Ruslan meminta komitmen fee dari nilai kontrak pekerjaan kepada pihak Nindya Sejati. Selain untuk pribadi, uang tersebut diberikan kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan pihak-pihak lainnya. Dalam surat Dakwaan, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, menerima Rp 14 miliar.
Atas perbuatannya, Ruslan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.