Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasyim Muzadi Nilai Hukuman Mati untuk Bandar Narkoba Sudah Tepat

Kompas.com - 04/08/2016, 05:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Ahmad Hasyim Muzadi menyatakan, keputusan negara tentang hukuman mati terhadap 14 bandar narkoba sudah benar.

Langkah ini dinilai tepat, kecuali kalau ada novum atau bukti baru yang bisa membatalkan proses pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

"Saya sebut sebagai keputusan negara karena sebelumnya sudah melalui proses penyidikan, pengadilan sampai tingkat yang tertinggi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan presiden," kata Hasyim di Jakarta, Rabu (3/8/2016).

"Jadi tidak semata-mata keputusan eksekutif, tapi keputusan negara," ujarnya.

Dengan demikian, lanjutnya, siapa pun secara sendiri-sendiri tidak mempunyai hak hukum untuk menganulir keputusan hukuman mati terhadap para bandar narkoba itu.

Ditinjau dari pendekatan keselamatan negara, narkoba juga merupakan bahaya tertinggi di Indonesia di samping terorisme, korupsi, dan demoralisasi.

Jumlah penduduk Indonesia yang terserang narkoba mencapai 5,6 juta orang. Sementara yang meninggal karena narkoba dengan seluruh penderitaan hidupnya mencapai 54 orang setiap harinya.

Narkoba juga telah melakukan penghancuran sebagian moralitas dan disiplin penyelenggara negara.

"Dengan demikian hukuman mati sesungguhnya bukanlah semata-mata mematikan terhukum, namun menjaga kelangsungan kehidupan manusia itu sendiri. Bagi manusia hukuman mati adalah bentuk menjaga kehidupan," kata mantan ketua umum PBNU itu.

KH Hasyim juga menjelaskan adanya perbedaan sikap sebagian negara asing terhadap masalah terorisme dan narkoba di Indonesia.

Terhadap terorisme yang melanda Indonesia, banyak negara lain yang ikut membantu pemberantasannya berupa pelatihan, dukungan moral, dan hukum internasional.

Namun, kepada bahaya narkoba yang juga melanda Indonesia dengan kapasitas bahaya yang lebih tinggi, mereka cenderung mempersoalkan keputusan hukuman mati dan membela terhukum, baik melalui isu hak asasi manusia (HAM), anggapan tidak efektifnya hukuman mati, atau gerakan Amnesty Internasional.

Isu HAM digunakan seakan-akan yang mempunyai HAM hanya terhukum, sementara jumlah korban yang dirampas hak hidupnya oleh serangan narkoba tidak dihitung. Padahal, menurut Hasyim, hak hidup adalah hak asasi yang paling mendasar.

"Sangat disayangkan kalau sebagian bangsa sendiri terpaku dengan isu-isu yang melemahkan terkait pemberantasan perdagangan narkoba di Indonesia. Bahkan berita yang menyatakan bahwa Freddy Budiman pernah melakukan penyuapan terhadap pejabat negara, mengapa disampaikan setelah Freddy meninggal?" ucapnya.

Meski demikian, benar-tidaknya masalah itu harus tetap diusut. Kalau benar, harus ada koreksi besar-besaran terhadap jaringan yang terkena.

Apabila tidak, ini merupakan fitnah yang harus dipertanggungjawabkan, karena pelemahan terhadap gerakan antinarkoba bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti advokasi hukum, intervensi intelijen, dan pembentukan opini publik.

"Saya mengimbau kepada tokoh-tokoh bangsa agar berpihak kepada keselamatan negara daripada menuruti isu-isu yang secara beruntun dan berangkai dialamatkan kepada Indonesia yang memang sengaja untuk mempersulit negara dari luar Indonesia," tutur Hasyim.

(Aat Surya Safaat/ant)

Kompas TV Inilah Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com