JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman membenarkan bahwa TNI ikut melaporkan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ke Bareskrim Polri.
Pelaporan tersebut terkait pernyataan Haris yang mengungkapkan kesaksian Freddy Budiman ke media.
Menurut Tatang, ada dua hal yang menjadi alasan TNI melaporkan Haris bersama Polri dan Badan Narkotika Nasional.
Pertama, TNI ingin mendapatkan kepastian hukum terkait kesaksian yang dibeberkan Haris.
"Karena secara otomatis dengan surat tersebut pihak Polri akan melaksanakan lidik dan sidik dengan mengumpulkan barang bukti," kata Tatang, melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (3/8/2016).
(Baca: Dilaporkan Polisi, BNN, dan TNI ke Polisi, Ini Tanggapan Haris Azhar)
Proses hukum yang dilakukan Polri, kata dia, akan membuktikan apakah benar ada backing atau tidak di balik bisnis narkoba yang dijalankan Freddy.
Dari keterangan yang disampaikan Haris, untuk mengamankan upaya penyelundupan tersebut, narkoba dibawa dengan menggunakan kendaraan TNI yang dimiliki jenderal bintang dua.
Tatang mengatakan, jika ditemukan kebenaran dalam pengusutan yang dilakukan Polri, maka hal itu akan menjadi langkah awal TNI untuk mengusut informasi tersebut.
"Jika sebaliknya, harus dipertanggungjawabkan karena ini menyangkut trust dari publik," ujar dia.
Alasan kedua, TNI ingin memberikan pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat agar memahami hukum dan berhati-hati menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)
"Paham dalam prosedur dan saluran pengaduan. Tidak asal mengadu lewat medsos," kata dia.
Ia meminta agar pelaporan yang dilakukan TNI tak dinilai sebagai upaya untuk menyeret seseorang ke ranah pidana.
"Yang terpenting adalah mendorong adanya upaya pembuktian dan kebenaran," kata Tatang.
Tanggapan Haris Azhar
Dihubungi secara terpisah, Haris menyayangkan jika informasi tentang kesaksian Freddy yang diungkapkannya dianggap menjelek-jelekkan institusi.
"Kalau misalnya itu dianggap jadi pandangan buruk bagi masyarakat, ada banyak kesaksiaan masyarakat yang bilang ke saya bahwa itu sudah menjadi satu rahasia publik. Saya hanya membahasakan saja," kata dia.
Menurut Haris, respons pemerintah seharusnya membentuk tim independen untuk menelusuri cerita Freddy tersebut.
"Jadi mustinya bukan saya yang dilaporkan," kata Haris.
Langgar UU ITE
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul membenarkan bahwa Polri, TNI, dan BNN melaporkan Haris atas tuduhan melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Benar, ada tiga laporan dari TNI, polisi, dan BNN," ujar Martinus, saat dihubungi, Rabu (3/8/2015) pagi.
Lebih jauh soal pasal yang dituduhkan, akan disampaikan dalam jumpa pers di Mabes Polri. Martinus juga enggan mengungkapkan siapa yang mewakili tiga institusi itu sebagai pelapor.
Cerita Freddy
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
(Baca: Dirjen PAS Akui Ada Oknum BNN yang Minta CCTV di Ruangan Freddy Budiman Dilepas)
Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000.
Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.