JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Handika Febrian mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya merevisi Undang-undang Peradilan Militer.
Menurut dia, revisi UU Peradilan Militer perlu dilakukan karena pelaksanaan peradilan militer yang cenderung tertutup.
"Kami mendesak kepada pihak legislatif untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sehingga militer aktif bisa diadili di pengadilan umum," kata Handika, di Kantor LBH Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Handika menekankan, prinsip keterbukaan dalam proses peradilan menjadi hak masyarakat.
Menurut dia, militer aktif yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di pengadilan negeri. Sementara, pengadilan militer seharusnya menangani yang terkait dengan kasus kemiliteran.
Berkaca pada pendampingan kasus yang melibatkan oknum militer, menurut Handika, proses hukumnya berjalan lama.
Jika kasus pidana umum yang dilakukan militer aktif ditangani pengadilan negeri, prsesnya akan lebih cepat dan prosesnya terbuka.
Handika menjadi salah satu tim kuasa hukum dari kasus dugaan penganiayaan anak yang melibatkan oknum TNI AL.
HA (14) dan SKA (13) diteriaki maling oleh Koptu Mar Saheri saat melintasi rumah Saheri di Graha Kartika Pratama, Cibinong, lantaran botol berisi air teh yang dipegang HA jatuh terlempar mengenai tembok rumah Koptu Saheri.
Teriakan Saheri memincu amarah warga dan langsung mengejar motor yang ditumpangi HA dan SKA.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan