JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Sosiologi Robertus Robet tidak sependapat dengan anggapan Pemerintah yang menyatakan bahwa hukuman mati bisa memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan peredaran narkoba.
Robet menuturkan, selama ini tidak pernah ada hasil penelitian yang mampu mendukung pernyataan tersebut.
"Tidak pernah ada hasil penelitian dari para akademisi yang bisa mendukung pernyataan tersebut," ujar Robet saat dihubungi, Selasa (2/8/2016).
Menurut Robet, efek jera dari hukuman mati terbukti hanyalah mitos. Sudah banyak penelitian disertai bukti-bukti empirik yang mengungkap hukuman mati tidak mengurangi tingginya angka kejahatan.
(baca: Menurut Jokowi, Eksekusi Mati Harus Dilaksanakan untuk Kepastian Hukum)
Bahkan, beberapa negara di Eropa dan Amerika, kata Robet, sudah menghapus hukuman mati dalam sistem hukum pidananya.
"Efek jera terbukti mitos. Sudah banyak penelitian dengan bukti-bukti empirik bahwa hukuman mati tidak mengurangi jumlah kejahatan tersebut," kata Robet.
Sebelumnya pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana juga menuturkan hal yang sama.
Dia meminta, Pemerintah segera melakukan evaluasi kebijakan penerapan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba.
(baca: ICJR Menilai Setiap Rezim Punya Kepentingan di Balik Penerapan Hukuman Mati)
Menurut Arif, alasan Pemerintah menerapkan hukuman mati untuk memberantas peredaran narkoba sama sekali tidak terbukti.
"Hukuman mati tidak efektif untuk mengurangi peredaran narkoba, yang terjadi justru pelanggaran atas hak hidup. Pemerintah harus meninjau ulang kebijakan hukuman mati," ujar Arif saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).
Arif menjelaskan, berdasarkan data yang diperoleh LBH Jakarta dari Badan Narkotika Nasional (BNN) terdapat peningkatan jumlah pengguna narkoba.
Sementara, seperti diketahui pemerintah telah melaksanakan eksekusi mati terhadap para terpidana kasus narkoba.
Data BNN menunjukkan pada tahun 2008 tercatat ada 3 juta orang yang menjadi pengguna narkoba. Angka tersebut mengalami peningkatan menjadi 5,1 juta jiwa pada tahun 2015.
Sedangkan, kata Arif, sejak tahun 2004 sampai 2014, tercatat pemerintah telah mengeksekusi 18 terpidana mati untuk kasus narkoba.
"Dari data tersebut terbukti bahwa hukuman mati tidak memberikan efek jerak dan bukan menjadi cara yang efektif dalam memberantas peredaran narkoba," kata Arif.
Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam tiga gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati dieksekusi. Terakhir, pada Jumat (29/7/2016), empat terpidana dieksekusi mati.