Tidak disinggungnya dukungan Partai Golkar untuk Jokowi di Pilpres 2019 tampaknya merupakan upaya Jokowi mengambil jarak dengan Partai Golkar. Apa yang diperlihatkan Megawati dengan menolak diajak berfoto bersama di akhir acara itu adalah ungkapan lebih kuat terkait pengambilan jarak itu.
Sebagai korban rezim orde baru dengan motor utama Golkar, Megawati tahu betul bagaimana harus bersikap dan mengambil jarak dengan partai yang sekarang berganti nama itu.
Untuk urusan mengambil jarak dengan politik dan politisi, Sri Mulyani kerap menunjukkan secara terbuka ketika menjadi menteri. Ingatan saya untuk hal ini tertuju pada lapangan parkir Hall D Jakarta International Expo di Kemayoran, 20 Agustus 2009.
Malam itu, hawa terasa gerah lantaran kemarau. Lapangan parkir Hall D telah disulap seperti cawan raksasa berwana biru. Lampu-lampu dipancarkan ke panggung tempat Susilo Bambang Yudhoyono akan tampil didampingi Boeidono sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Banyak anggota tim kampanye SBY-Boediono datang termasuk mereka yang selama ini tidak muncul secara fisik karena berbagai alasan. Di antara mereka adalah Murdaya Poo yang masih menjadi kader PDI-P dan Aburizal Bakrie yang partainya mencalonkan Jusuf Kalla.
Sejumlah menteri juga hadir di acara yang dirancang Fox Indonesia ini termasuk Sri Mulyani. Berbeda dengan menteri lain, tepat sesaat sebelum SBY naik panggung dengan banyak sorot lampu untuk menyampaikan pidato penerimaan, Sri Mulyani pergi.
Tidak terkonfirmasi kenapa Sri Mulyani yang mengenakan batik warna cerah itu pergi di saat acara inti akan dimulai dan tidak kembali.
Bagi saya, sikap Sri Mulyani mengkonfirmasi upayanya mengambil jarak dengan politik dan politisi selama ini. Sri Mulyani tidak anti terhadap politik dan politisi sejauh wajar dan perlu. Jika sudah menilai tidak wajar dan terlalu, mengambil jarak dengan "pergi" adalah pilihan strategi.
Konsitensi dukungan
Terkait dukungan Partai Golkar di Pilpres 2019, pidato Jokowi di penutupan Rapimnas Golkar yang berkali-kali menekankan konsistensi daripada menyambut begitu saja dukungan.
Berkaca pada pengalaman Pilpres sejak 2014, konsitensi ini yang menjadi faktor kekalahan Partai Golkar dan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusungnya secara resmi. Sejak Pilpres 2004, 2009, dan 2014, konsistensi Partai Golkar mendukung calon presiden dan calon wakil presidennya tidak terlihat.
Di Pilpres 2004, di putaran kedua, Partai Golkar mendukung Megawati-Hasyim Muzadi dan Pilpres dimenangkan SBY-Jusuf Kalla (petinggi Partai Golkar).
Di Pilpres 2009, Partai Golkar mendukung Jusuf Kalla-Wiranto dan Pilpres dimenangkan SBY-Boediono yang didukung Aburizal dari belakang.
Di Pilpres 2014, Partai Golkar mendukung Prabowo-Hatta dan Pilpres dimenangkan Jokowi-Jusuf Kalla yang didukung petinggi Golkar lain seperti Luhut B Panjaitan.
Melihat permainan dua kaki sebagai tanda keroposnya konsistensi, mengambil jarak dan jika dirasa perlu "pergi" bisa jadi strategi.
Hadirnya Sri Mulyani bisa menambah keberanian untuk sikap-sikap seperti ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.