Kudatuli
Sementara itu, di tengah ingar bingar perombakan kabinet dan keputusan Ahok, peristiwa kelam 27 Juli tetap teronggok di pinggir arena. Sepanjang 20 tahun ia tetap menjadi peristiwa yang gelap dalam sejarah Indonesia.
Kudatuli adalah kerusuhan di Jakarta yang berawal dari pengambilalihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta pusat.
Saat itu ada dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Kelompok pertama adalah PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri hasil kongres Surabaya 1993. Kepemimpinan Megawati diguncang Kongres Medan 22 Junin 1996 yang memililih Soerjadi sebagai Ketua Umum.
Ratusan massa yang disebut sebagai massa pendukung Soerjadi, Ketua Umum PDI yang didukung Soeharto, menggeruduk markas PDI dan mengambil dengan kekerasan kantor yang tengah dipertahankan oleh ratusan massa PDI pimpinan Megawati.
Hasil penyidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan, kerusuhan itu mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.
Komnas HAM juga menilai terjadi enam wujud pelanggaran HAM oleh berbagai pihak. Pertama, pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat, pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut, pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji dan tidak manusiawi, dan pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia, juga pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Selengkapnya soal peristiwa kudatuli baca: 27 Juli 1996, Dualisme Partai Politik yang Berujung Tragedi...
Selama 20 tahun tidak ada kejelasan soal penuntasan kasus ini meski Komnas HAM sudah menyelesaikan laporan penyidikannya.
Bagaimana bisa dijelaskan sebuah peristiwa yang berujung pada hilangnya nyawa warga negara dibiarkan beku bertahun-tahun oleh negara?
Politik. Kudatuli bukan semata-mata peristiwa kriminal, tapi bertalian erat dengan kepentingan politik yang tali temalinya tertaut dengan dinamika politik masa kini.
Ada kelenturan-kelenturan yang harus dimainkan demi kepentingan politik tertentu sehingga kudatuli terus terabaikan.
Maka, meskipun Jokowi kini sudah memenangi pertarungan politik nasional, tali temali kepentingannya yang demikian lentur tak akan memampukannya mengurai gelapnya peristiwa kudatuli.
Bahkan, Megawati yang notabene adalah korban dalam peristiwa kudatuli tak mampu menembus kelenturan politik yang demikian transaksional.
Peristiwa itu akan tetap teronggok di sudut arena pertarungan politik negeri ini. Diam dan gelap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.