JAKARTA, KOMPAS.com - Ketok palu Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan pada sidang paripurna Kamis (28/7/2016) kemungkinan akan ditunda dan diundur pada masa sidang DPR yang akan datang.
Seharusnya, sidang paripurna itu memasukkan RUU Pertembakauan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2016.
Inisiator RUU Pertembakauan Taufiqulhadi menuturkan, hal tersebut dikarenakan pihaknya masih membutuhkan masukan dari lebih banyak pihak. Ia pun membantah jika kemungkinan penundaan tersebut karena masih ada kendala dalam pembahasan.
"Kami ingin mendapatkan masukan yang lebih komprehenaif. Berbagai kepentingan terus kami tunggu masukannya," tutur Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2016).
"Dalam konteks DPR tidak ada kendala," sambung dia.
(Baca: RUU Tembakau Akan Segera Disahkan, Ini Pasal-pasal Kontroversialnya...)
Politisi Partai Nasdem itu mengklaim jika draf RUU Pertembakauan saat ini sudah memasukkan usulan-usulan dari unsur masyarakat, baik dari petani tembakau maupun LSM anti rokok.
Ia pun meyakinkan kepada pihak-pihak yang masih melakukan penolakan bahwa RUU tersebut bahwa fokus pembahasan pada perlindungan petani tembakau, bukan berpihak pada industri rokok.
Regulasi tersebut, lanjut dia, akan menekan keran impor tembakau sehingga 80 persen bahan baku rokok yang digunakan nantinya adalah tembakau produksi petani dalam negeri.
Adapun impor bahan baku tembakau yang jumlahnya lebih dari 20 persen akan dikenakan pajak progresif.
(Baca: Panja RUU Pertembakauan Klaim Tak Ada Petani Tembakau yang Dirugikan)
"Kami sudah mengatur 80 persen harus tembakau dalam negeri, 20 persen impor. Tapi, lebih dari itu dikenakan pajak progresif. Misal di pabrik dia telah menggunakan alat tembakau dalam negeri 80 persen, asing 20 persen. Kalau dia tambah asing lagi maka yang dilebihkan itu dikenakan pajak 200 persen dari pajak tersebut. Di atas kapal begitu masuk kapal kan ada cukai," papar dia.
Taufiqulhadi menegaskan, RUU tersebut tak tunduk pada kepentingan pihak mana pun. Meski begitu, bukan berarti industri rokok dimatikan. Sebab, dimatikannya industri rokok justru akan membuat tembakau hasil tani lokal tak digunakan.
"Kalau kita matikan semua pabrik rokok, siapa yang beli tembakau?" tambahnya.
Ia pun berharap agar pihak-pihak yang melontarkan penolakan terhadap RUU tersebut jangan berprasangka buruk terhadap regulasi tersebut.
(Baca: Bantah DPR, Komnas Pengendalian Tembakau Mengaku Tak Pernah Dukung Asuransi Bagi Perokok)
"Jangan dulu ada sebuah prasangka. Saya sebagai pengusul, tidak ada keinginan lebih daripada itu. Saya cuma ingin ini diatur agar petani lokal yang dapat keuntungan. Jangan petani dari China atau Pakistan yang diuntungkan," kata Taufiqulhadi.
Sebelumnya, RUU Pertembakauan direncanakan akan diputuskan pada rapat pleno Badan Legislatif (Baleg) DPR sebagai inisiatif. Jika disetujui, RUU tersebut dibawa ke rapat paripurna dan dimasukan ke dalam program legislatif nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016.
Setelah diputuskan di rapat pleno, inisiator akan bersurat pada Pimpinan DPR untuk membawa RUU tersebut ke tingkat paripurna.