Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pertembakauan Kemungkinan Ditunda Masuk Prolegnas 2016

Kompas.com - 27/07/2016, 09:22 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketok palu Rancangan Undang-Undang tentang Pertembakauan pada sidang paripurna Kamis (28/7/2016) kemungkinan akan ditunda dan diundur pada masa sidang DPR yang akan datang.

Seharusnya, sidang paripurna itu memasukkan RUU Pertembakauan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2016.

Inisiator RUU Pertembakauan Taufiqulhadi menuturkan, hal tersebut dikarenakan pihaknya masih membutuhkan masukan dari lebih banyak pihak. Ia pun membantah jika kemungkinan penundaan tersebut karena masih ada kendala dalam pembahasan.

"Kami ingin mendapatkan masukan yang lebih komprehenaif. Berbagai kepentingan terus kami tunggu masukannya," tutur Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2016).

"Dalam konteks DPR tidak ada kendala," sambung dia.

(Baca: RUU Tembakau Akan Segera Disahkan, Ini Pasal-pasal Kontroversialnya...)

Politisi Partai Nasdem itu mengklaim jika draf RUU Pertembakauan saat ini sudah memasukkan usulan-usulan dari unsur masyarakat, baik dari petani tembakau maupun LSM anti rokok.

Ia pun meyakinkan kepada pihak-pihak yang masih melakukan penolakan bahwa RUU tersebut bahwa fokus pembahasan pada perlindungan petani tembakau, bukan berpihak pada industri rokok.

Regulasi tersebut, lanjut dia, akan menekan keran impor tembakau sehingga 80 persen bahan baku rokok yang digunakan nantinya adalah tembakau produksi petani dalam negeri.

Adapun impor bahan baku tembakau yang jumlahnya lebih dari 20 persen akan dikenakan pajak progresif.

(Baca: Panja RUU Pertembakauan Klaim Tak Ada Petani Tembakau yang Dirugikan)

"Kami sudah mengatur 80 persen harus tembakau dalam negeri, 20 persen impor. Tapi, lebih dari itu dikenakan pajak progresif. Misal di pabrik dia telah menggunakan alat tembakau dalam negeri 80 persen, asing 20 persen. Kalau dia tambah asing lagi maka yang dilebihkan itu dikenakan pajak 200 persen dari pajak tersebut. Di atas kapal begitu masuk kapal kan ada cukai," papar dia.

Taufiqulhadi menegaskan, RUU tersebut tak tunduk pada kepentingan pihak mana pun. Meski begitu, bukan berarti industri rokok dimatikan. Sebab, dimatikannya industri rokok justru akan membuat tembakau hasil tani lokal tak digunakan.

"Kalau kita matikan semua pabrik rokok, siapa yang beli tembakau?" tambahnya.

Ia pun berharap agar pihak-pihak yang melontarkan penolakan terhadap RUU tersebut jangan berprasangka buruk terhadap regulasi tersebut.

(Baca: Bantah DPR, Komnas Pengendalian Tembakau Mengaku Tak Pernah Dukung Asuransi Bagi Perokok)

"Jangan dulu ada sebuah prasangka. Saya sebagai pengusul, tidak ada keinginan lebih daripada itu. Saya cuma ingin ini diatur agar petani lokal yang dapat keuntungan. Jangan petani dari China atau Pakistan yang diuntungkan," kata Taufiqulhadi.

Sebelumnya, RUU Pertembakauan direncanakan akan diputuskan pada rapat pleno Badan Legislatif (Baleg) DPR sebagai inisiatif. Jika disetujui, RUU tersebut dibawa ke rapat paripurna dan dimasukan ke dalam program legislatif nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016.

Setelah diputuskan di rapat pleno, inisiator akan bersurat pada Pimpinan DPR untuk membawa RUU tersebut ke tingkat paripurna.

Kompas TV Yuk Jadi Keren Tanpa Rokok (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com