JAKARTA, KOMPAS.com - Penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) untuk Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurachman, oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat apresiasi dari masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan.
Koalisi menilai penerbitan Sprinlidik tersebut merupakan pintu masuk KPK dalam membongkar praktik mafia hukum di lembaga peradilan.
"KPK tak perlu ragu menaikkan status ke tahap penyidikan jika bukti-bukti yang diperoleh sudah sangat kuat," ujar Koordinator YLBHI Julius Ibrani di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Menurut Julius, Pimpinan Mahkamah Agung sebaiknya juga menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi dengan mendukung KPK menuntaskan penyidikan kasus korupsi di lembaga tertinggi peradilan itu.
(Baca: KPK Tegaskan Tak Pernah Kirim Penyidik ke Poso untuk Periksa Ajudan Nurhadi)
Koalisi memberikan apresiasi terhadap langkah KPK yang dalam beberapa tahun terakhir menangkap sejumlah mafia hukum, khususnya oknum hakim dan pegawai pengadilan yang terlibat dalam praktik korupsi.
Beberapa yang telah ditangkap terdiri dari hakim pada pengadilan Tipikor, hakim karier, hakim PTUN, Hakim Pengadilan Hubungan Industrial, panitera/pegawai di pengadilan, ataupun di Mahkamah Agung.
Meski demikian, Koalisi menilai bahwa yang ditangkap oleh KPK saat ini masih sebatas aktor operator bias dan belum menyentuh pada aktor utama. Untuk itu, anggota Koalisi berharap KPK mampu membongkar aktor yang lebih tinggi yang diduga mengendalikan praktik korupsi di lembaga peradilan.
"Selama aktor monster mafia hukum belum ditangkap atau dituntaskan, akan sulit mendorong terwujudnya peradilan yang bersih maupun reformasi peradilan," kata Julius.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Sprinlidik baru untuk dugaan kasus korupsi yang melibatkan Sekretaris MA Nurhadi.
(Baca: KPK dan Polri Saling Bantah soal Pemeriksaan Empat Ajudan Nurhadi)
Nurhadi telah beberapa kali diperiksa oleh penyidik KPK soal dugaan suap terkait sejumlah perkara hukum. "Setelah kami mendengarkan banyak saksi, kami memutuskan perlu lidik sendiri," kata Agus di Gedung KPK, Senin (25/7/2016).