Karena tas yang hilang adalah barang palsu, perasaan kehilangan dan rasa bersalah tidak sampai mengganggu si tante selama berhari-hari. Kepalanya tidak perlu pusing beberapa keliling.
"Coba kalau tas yang hilang itu asli, wah si om (maksudnya suaminya) pasti mencak-mencak (marah-marah). Duit hilang, paspor hilang, tas seharga sekian puluh juta juga hilang," ujar si tante.
Bisa kita bayangkan bagaimana semringahnya wajah si tante saat ceriwis bercerita mengenai malaikat penolongnya berupa tas palsu.
Si tante bisa bergaya dan membangun citra diri dengan mengelabui ribuan pasang mata di Tanah Air hingga Eropa dengan tas palsunya. Saat tas itu hilang, si tante masih bisa spontan ingat Tuhan dengan bersyukur atau merasa lebih beruntung. Untung saja tas itu palsu!
Kenapa kita permisif
Setelah melihat kepalsuan yang melekat dalam diri kita, mari kita tengok kepalsuan-kepalsuan lain yang juga dekat dan terbukti membawa manfaat cepat. Karena membawa manfaat cepat, kepalsuan-kepalsuan itu diupayakan bahkan direkayasa secara sistematis untuk hasil yang terukur.
Untuk menyebut salah satunya, politik adalah medan terbuka untuk rekayasa kepalsuan-kepalsuan ini. Citra diri yang hendak diraih dibangun dengan sejumlah rekayasa dan ini dibenarkan juga.
Untuk citra diri "bersih" misalnya, foto diri dioperasi dengan Photoshop sedemikian rupa sehingga kerap orang kecewa saat melihat wajah aslinya.
Tidak hanya itu. Dahulu, menjelang pemilihan umum, semua foto politisi yang dipaku di pohon-pohon hampir seragam lantaran peci hitam yang dikenakan. Citra diri nasionalis hendak diraih meskipun dalam keseharian, peci hitam itu nyaris tidak pernah mereka kenakan.
Ketika kampanye, kepalsuan itu termasuk janji-janji yang menyertainya tidak dipersoalkan. Setelah politisi terpilih, kepalsuan itu terkuak dengan sendirinya dan kemudian dipertanyakan.
Janji-janji selama kampanye yang tidak terwujud setelah jabatan dipegang kerap disebut sebagai janji-janji palsu.
Untuk banyaknya janji-janji palsu politisi ini, kita semakin hari seperti semakin tidak terganggu. Pemakluman seperti tidak pernah kekurangan energi.
Mendapati kepalsuan-kepalsuan ini, kita makin hari makin permisif. Kenapa ini bisa terjadi?
Pertannyaan ini salah satunya bisa dijawab dengan pertanyaan ke diri kita sendiri. Sepalsu apakah hidup kita?
Mari kita meneliti dan jujur mengakui ketika mendapati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.